Liputan6.com, Jakarta - Harga bahan pangan dari hasil pertanian di Indonesia terbilang mahal di tingkat konsumen. Penyebabnya adalah kesemrawutan pengelolaan lahan pertanian, pola pasokan dan distribusi sampai kepada keuntungan, atau marjin perdagangan dan pengangkutan (MPP) yang tinggi. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda dengan di luar negeri, terutama Thailand dan Vietnam.
Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) Adi Lumaksono mengungkapkan ‎pola distribusi perdagangan komoditi strategis per provinsi di Indonesia sangat bervariasi.
Baca Juga
Contohnya pola terpanjang terjadi pada distribusi cabai merah di Propinsi Jawaa Tengah dan terpendek di jalur distribusi perdagangan bawang merah di Maluku Utara.
Advertisement
"Distribusi perdagangan beras, cabai merah, bawang merah, jagung pipilan, dan daging ayam ras dari produsen sampai konsumen akhir melibatkan dua hingga sembilan fungsi kelembagaan usaha perdagangan," ujar Adi di Jakarta, seperti ditulis Senin (8/2/2016).
Baca Juga
Sementara itu, katanya, pola distribusi dan jalur perdagangan di negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand lebih baik. Arus perdagangan dari produsen ke konsumen lancar dengan dukungan transportasi dan infrastruktur memadai serta kesejahteraan atau daya beli masyarakatnya.
"Thailand dan Vietnam, antara produksi, distribusi, dan pasokan bahan pangan lebih baik, lancar. Vietnam, misalnya, punya masterplan sektor pertanian yang bagus. Contohnya rasio antara lahan pertanian dan rumah penduduk sudah diatur. Memang di Indonesia pengelolaan ‎lahan pertanian masih lemah. Konversi lahan masif terjadi di mana-mana, kalau untung besar dijual saja," ujar Adi.
Vietnam, ia menuturkan, merupakan salah satu negara yang tertinggal dari Indonesia. Namun kini Indonesia bergantung pada impor beras dari negeri tersebut. Peta jalan sektor pertanian di Thailand pun bernasib sama dengan Vietnam, sehingga memiliki masa depan cerah.
"Pertanian yang maju dan kita kalah adalah dengan Thailand, seperti beras, sayur mayur, buah-buahan. Paling penting agen maupun pengecer bahan pangan tidak mematok marjin selangit, seperti di Indonesia," ucap Adi.
Hanya saja, Adi menepis anggapan harga beras Indonesia yang termahal dibanding negara lain se-ASEAN. Namun katanya, Menteri Pertanian pernah membeberkan harga beras di Indonesia jauh lebih murah dibanding negara di kawasan Asia Tenggara.
"Tapi kenapa harga beras impor Thailand sangat murah, saya duga ada dumping. Tapi saya tidak tahu persisnya," tutur Adi.‎ (Fik/Ahm)