Liputan6.com, Jakarta - PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)/Pelindo III mencatat realisasi jumlah arus barang dengan menggunakan kemasan peti kemas sebanyak 4.360.669 TEU’s sepanjang 2015. Ada peningkatan tipis sebesar 1 persen dibandingkan 2014 yang tercatat 4.337.555 TEU’s.
Kepala Humas Pelindo III Edi Priyanto mengatakan, ‎perlambatan ekonomi dunia nampaknya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap arus peti kemas di beberapa pelabuhan yang dikelola Pelindo III.
‎
Baca Juga
"Peningkatan arus peti kemas meski hanya tipis sebesar 1 persen, menunjukkan angkutan barang melalui transportasi laut menggunakan peti kemas masih menjadi primadona," kata Edi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Advertisement
Edi menyebutkan, dari total arus peti kemas yang melalui pelabuhan yang dikelola Pelindo III tersebut, peti kemas domestik masih mendominasi dengan persentase mencapai 57 persen atau tercatat 2.504.288 TEU’s, sedangkan komposisi peti kemas internasional tercatat 43 persrn dengan jumlah peti kemas sebanyak 1.856.381 TEU’s.
Baca Juga
Ia menjelaskan, realisasi arus peti kemas sepanjang 2015 masih didominasi Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan catatan 3.120.683 TEU’s atau terjadi peningkatan tipis sebesar 0,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tercatat 3.105.827 TEU’s.
Realisasi Arus Peti Kemas
Jumlah arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak tersebut terdiri dari 1.350.811 TEU’s di Terminal Peti kemas Surabaya yang dioperasikan oleh PT TPS, 1.080.648 TEU’s di Terminal Berlian yang dioperasikan oleh PT BJTI, 120.688 TEU’s di Terminal Teluk Lamong yang dioperasikan oleh PT TTL dan sisanya sebanyak 568.536 TEU’s di Terminal Konvensional (Jamrud, Mirah dan Nilam Timur) Pelabuhan Tanjung Perak.
Setelah Pelabuhan Tanjung Perak disusul Pelabuhan Tanjung Emas dengan catatan sebanyak 608.984 TEU’s dengan rincian 608.199 TEU’s di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) dan 785 TEU’s di Pelabuhan Konvensional Tanjung Emas. Capaian tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 5,6 persen dari 2014 sebelumnya yang terealisir 576.866 TEU’s.
Namun peningkatan arus peti kemas di Pulau Jawa tersebut ternyata tidak diikuti oleh pelabuhan-pelabuhan lain di wilayah Kalimantan.
Penurunan arus barang berkemasan peti kemas di Pulau yang kaya hasil tambangnya itu perkirakan adanya pengaruh kebijakan pemerintah terkait dengan larangan ekspor minerba, yang berdampak pada bongkar muat barang tambang di beberapa pelabuhan di Pulau Kalimantan mengalami penurunan. Anjloknya harga komoditas batu bara dan sawit juga turut memberikan andil penurunan tersebut.
Pelabuhan Banjarmasin Kalimantan Selatan contohnya, realisasi arus Peti kemas 2015 sebanyak 388.419 TEU’s atau terjadi penurunan sebesar 6 persen dibandingkan tahun 2014 yakni tercatat 404.070 TEU’s.
Demikian halnya pada Pelabuhan Sampit Kalimantan Tengah realisasi Peti kemas tahun 2015 tercatat 40.640 TEU’s atau menurun 7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang terealisir 43.690 TEU’s.
Pelabuhan Kotabaru Kalimantan Selatan tercatat 8.427 TEU’s menurun dari tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar 9.892 TEU’s. Namun penurunan arus Peti kemas tidak terjadi di Pelabuhan Kumai Kalimantan Tengah, tahun 2015 ini tercatat 24.225 TEU’meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 22.126 TEU’s.
Peningkatan arus Peti kemas terjadi di Nusa Tenggara, tercatat pada 2015 di Pelabuhan Tenau Kupang NTT sebanyak 99.064 TEU’s meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 88.895 TEU’s.
Peningkatan juga terjadi pada Pelabuhan Maumere NTT dan Pelabuhan Bima NTB, masing-masing tercatat 18.901 TEU’s meningkat dari tahun sebelumnya 18.482 TEU’s untuk Pelabuhan Maumere dan Pelabuhan Bima tercatat 7.952 TEU’s meningkat tipis dari tahun sebelumnya sebanyak 7.652 TEU’s.
Sedangkan pelabuhan yang mengalami penurunan arus peti kemas terjadi di Pelabuhan Lembar NTB yakni tercatat 21.966 TEU’s atau menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat 27.080 TEU’s. Â
Mulai terjadinya peningkatan arus peti kemas pada pelabuhan di Nusa Tenggara di samping menunjukkan adanya geliat perekonomian di Kawasan Timur Indonesia juga disebabkan oleh adanya tren kontainerisasi.
"Proses dalam melakukan kegiatan bongkar muat barang dengan menggunakan peti kemas lebih cepat dibanding dengan barang dengan kemasan non peti kemas, karena kegiatan bongkar muat tidak terlalu lama maka secara otomatis menekan biaya operasi kapal di pelabuhan," kata Edi. (Pew/Ahm)