Liputan6.com, New York - Harga minyak turun 3,8 persen pada perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta) karena kekhawatiran akan tingginya pasokan. Pertemuan antara Saudi dengan Venezuela pada akhir pekan lalu tidak menunjukkan tanda-tanda koordinasi untuk meningkatkan harga.
Mengutip CNBC, Selasa (9/2/2016), harga minyak berjangka Brent yang merupakan patokan harga dunia turun US$ 1,30 atau 3,02 persen ke level US$ 33,04 per barel. Sedangkan US Crude Futures turun US$ 1,20 atau 3,88 persen ke level US$ 29,69 per barel.
Penurunan harga minyak tersebut terjadi karena tidak adanya tanda-tanda yang nyata dari pertemuan pada hari minggu antara Menteri Perminyakan Arab Saudi dan Venezuela yang membahas mengenai pemasok minyak OPEC dan non OPEC siap untuk bertemu dan membahas kemerosotan harga.
Baca Juga
Setelah kesibukan berdiplomasi selama lebih dari dua pekan terakhir, tidak ada tanda-tanda bahwa akan ada rencana untuk menahan produksi. Saat ini, karena besarnya pasokan di dunia, harga minyak telah turun lebih dari 70 persen jika dihitung sejak pertengahan 2014.
Menteri Perminyakan Venezuela Eulogio Del Pino yang melakukan lobi-lobi untuk mendorong kenaikan harga minyak, memberikan tanda bahwa belum ada hasil yang pasti dari lobi-lobi tersebut.
"Pasar melihat seberapa efektifnya pengurangan produksi saat ini? Sepertinya tidak akan cukup efektif," Jelas Phil Flynn, Analis Price Futures Group, Chicago, AS. Apalagi, Phil melanjutkan, Iran kembali masuk ke pasar minyak setelah mendapat embargo selama bertahun-tahun.
Saat ini Total Perancis telah setuju untuk membeli 160 ribu barel per hari minyak mentah dari Iran untuk pengiriman Eropa. Dengan hadirnya kembali Iran di kancar perminyakan ini membuat pasokan di dunia semakin berlimpah. (Gdn/Nrm)