Sukses

Pemecahan PLN Bikin Harga Listrik di Indonesia Timur Jadi Mahal

Pemecahan PLN pada enam wilayah di Indonesia timur akan melemahkan PLN.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat Pekerja PT PLN (Persero) menolak rencana pemecahan PLN dengan mencabut kewenangan PLN dalam mengaliri listrik enam provinsi di Wilayah Indonesia Timur.‎ Pasalnya, pemecahan tersebut justru akan membuat tarif listrik menjadi naik.

Ketua Serikat Pekerja PLN Deden Adhitya Dharma mengatakan, pemecahan PLN pada enam wilayah di Indonesia timur akan melemahkan PLN. Selain itu tidak sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD)1945. "Pemecahan PLN di daerah tidak sesuai dengan konstitusi," kata Deden, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Ketua Departemen Litbang DPP Serikat Pekerja PLN Jumadis Abda mengungkapkan, jika kewenangan PLN melistriki Indonesia timur benar dicabut dan diserahkan ke swasta, akan memperberat beban masyarakat.

Alasannya, biaya produksi listrik di wilayah tersebut cukup tinggi dan seluruhnya akan dibebankan ke masyarakat. Padahal, saat ini PLN membuat skema subsidi silang agar tarif listrik di wilayah Indonesia timur sama seperti di wilayah Indonesia lainnya.

"Akan berdampak terhadap harga energi listrik yang semakin mahal dan pada akhirnya mengganggu perekonomian bangsa," tutur Jumadis. Enam wilayah tersebut Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur ( NTT ), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

‎Menurut Jumadis, saat ini Serikat Pekerja PLN telah menyuarakan aksi penolakan rencana pemecahan PLN ke pihak Direksi untuk diteruskan ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Presiden Joko Widodo.

Jika pemerintah tidak menanggapi penolakan tersebut Serikat Pekerja PLN seluruh Indonesia yang berjumlah 48 ribu orang akan melakukan aksi turun kejalan untuk menolak rencana tersebut, setelah dua minggu dari sekarang.

"Bila tuntutan kami tidak didengar oleh Pemerintah, maka kami merencanakan akan melakukan “SP PLN on the Street”, penyampaian pendapat dimuka umum, termasuk kemungkinan melakukan penggalangan mogok nasional, hak kita yang dilindungi sesuai Undang-Undang, untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia ke depan," tutup Jumadis. (Pew/Gdn)