Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 50,6 juta pada Januari 2016‎. Capaian tersebut merosot dari realisasi surplus neraca perdagangan di periode sama 2015 yang sebesar US$ 632 juta.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan kinerja ekspor Indonesia pada awal bulan ini mencatatkan nilai US$ 10,50 miliar atau turun 20,72 persen dibanding Desember 2016. Sedangkan impor US$ 10,45 miliar atau anjlok 13,48 persen.
"Jadi ada surplus perdagangan di Januari ini US$ 50,6 juta," ujar dia saat Pengumuman Neraca Perdagangan Januari 2016 di kantor BPS, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Baca Juga
Suryamin mengaku, terjadi penurunan cukup signifikan terhadap surplus di Januari 2016 dibanding Januari 2015 yang mencetak surplus US$ 632 juta. Alasannya di Januari 2014 dan Januari 2013, maasing-masing tercatat defisit US$ 443,9 juta dan US$ 74,7 juta. Sementara surplus besar terjadi di periode Januari 2012 senilai US$ 1,01 miliar.
"Memang surplusnya turun dibanding Januari 2015, tapi nilainya masih positif walaupun tidak besar. Penyebabnya karena harga komoditas masih lesu," ujar Suryamin.
Surplus US$ 50,6 juta, Ia menuturkan disumbangkan dari neraca perdagangaan gas dengan kinerjanya surplus US$ 522,5 juta serta non migas yang sebesar US$ 164,5 juta. Dilihat dari neraca perdagangan minyak mentah defisit US$ 37,4 juta dan hasil minyak minus US$ 599 juta.
"Potensi kita masih besar di ekspor gas, karena cadangan gas kita masih terbesar di dunia. Porsi minyak memang mengecil terus, risiko tinggi. Jadi konversi dari minyak ke gas dan biofuel harus dilaksanakan demi menjaga perekonomian kita mengingat kebutuhan minyak pasti bakal terus naik seiring pertumbuhan penduduk dan peningkatan pertumbuhan ekonomi RI," jelas Suryamin. (Fik/Ahm)