Liputan6.com, New York - Harga minyak Amerika Serikat (AS) turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) sehingga menghapus kenaikan yang terjadi pada perdagangan sebelumnya. Harga minyak sempat menguat pasca-pertemuan antara Arab Saudi dengan Rusia.
Mengutip CNBC, Rabu (17/2/2016) harga minyak mentah berjangka AS turun 40 sen atau 1,36 persen ke level US$ 29,04 per barel setelah sebelumnya sempat menyentuh angka US$ 31,53. Sedangkan harga Brent yang menjadi patokan dunia melonjak ke level US$ 35 per barel.
Baca Juga
Lonjakan tersebut terjadi setelah adanya kesepakatan antara Rusia dengan Arab saudi untuk mengontrol produksi mereka. Dalam kesepakatan tersebut diputuskan bahwa kedua negara yang merupakan produsen utama minyak tetap akan mempertahankan produksi seperti pada level yang telah dilakukan pada Januari. Artinya, mereka tidak akan memproduksi lebih dari level tersebut di kemudian hari.
Menteri Energi Qatar Mohammad bin Saleh al-Sada mengatakan bahwa langkah tersebut akan membantu menstabilkan harga minyak, setelah sebelumnya mengalami penurunan yang cukup tajam. Pada pertengahan 2014 lalu, harga minyak sempat berada di angka US$ 110 per barel dan kini menjadi di kisaran US$ 30 per barel.
Namun penguatan harga minyak yang terjadi pada perdagangan Selasa kemarin diperkirakan hanya berlangsung sementara. Alasannya, pelaku pasar akan kembali menimbang bahwa perjanjian tersebut masih bisa dilanggar karena bentuknya hanya kesepakatan saja. Selain itu, Iran juga tidak diajak untuk berbicara.
Seperti diketahui, Iran menjadi salah satu negara produsen minyak terbesar setelah negara tersebut mendapat embargo dari dunia barat untuk tidak boleh menjual minyaknya.
"Semua perjanjian mengenai minyak saat ini sangat tergantung dengan Iran," jelas Kepala Analis lembaga riset energi ClipperData Matt Smith.
Saat ini, persediaan minyak global masih sangat berlimpah sehingga kecil kemungkinan harga minyak bakal terus terdorong menguat. (Gdn/Nrm)