Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan kembali menggelar sosialisasi kepada para pelaku e-commerce. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dan sesuai aturan.
Dirjen Pelindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Widodo mengatakan, dari sekian banyak toko online di internet, terutama yang berasal dari Indonesia, hanya sebagian kecil yang konsep bisnisnya legal.
Baca Juga
"Kita setiap hari itu mantau, ternyata tidak semua toko online itu memenuhi aturan, ini yang menjadi dasar mengapa kita terus sosialisasikan mengenai industri ini," kata Widodo di kantornya, Kamis (18/2/2016).
Advertisement
Â
Baca Juga
Dicontohkannya, Kemendag beberapa waktu lalu menemukan barang mengandung mercury yang dijual melalui toko online. Mengingat barang yang dijual tersebut merupakan barang yang memiliki sifat terbatas maka harus memiliki izin, dan pembelinya pun harus juga memiliki izin. Barang tersebut tak bisa dijual bebas.
Tidak hanya itu, hal lain yang sering diabaikan para pelaku e-commerce adalah ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang harus ada dalam produk-produk yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan. Hal ini menurut Widodo juga masih diabaikan.
Sementara mengenai izin usaha, seseorang pun yang ingin menawarkan jasa, atau menjalani bisnis e-commerce juga harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Hal ini untuk menjaga persaingan usaha antara pedagang konvensional dengan perdagangan dengan media internet.
"Jadi seolah-olah sekarang ini orang bisa internet, lalu bisa jual apa saja di internet, ini yang perlu kita luruskan," tegas dia.
‎Konsekuensi hukum pada pelaku usaha yang tidak menjual produk tidak sesuai dengan ketentuan, akan dikenakan beberapa sanksi. Untuk sanksi perdata, produsen harus ganti rugi material dan ini sesuai dengan pasal 19 UU Perlindungan Konsumen (PK).
"Kalau sanksi administratif maka harus ganti rugi paling banyak Rp 500 juta sesuai pasal 60 UUPK," tandasnya.