Liputan6.com, Bandung - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)‎ terus melakukan sosialisasi arti penting pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kali ini, sosialisasi dilakukan di Bandung, Jawa Barat.
Dalam sosialisasinya, Menteri Rini menjelaskan bahwa kerja sama dengan China untuk membangun kereta cepat ini akan lebih banyak menguntungkan Indonesia. Dalam kerja sama ini, China berjanji untuk melakukan transfer teknologi dengan Indonesia.
"Jadi jangan khawatir, 60 persen nanti pengerjaan dan komponen berasal dari Indonesia, dengan adanya transfer teknologi kami harap ke depan bisa bangun sendiri kereta cepat," kata Rini di Bandung, Jumat‎ (19/2/2016).
Untuk mendukung kemandirian tersebut, Rini mengungkapkan saat ini tengah melakukan Feasibilty Study (Uji Kelayakan) mengenai pembangunan pabrik gerbong kereta modern di Jawa Barat. Kereta modern tersebut salah satunya kereta cepat.
Di Jawa Barat, Rini mengungkapkan kemungkinan pabrik gerbong kereta modern tersebut akan ditempatkan di Purwakarta. Untuk tahap awal, pabrik gerbong kereta tersebut akan membangun gerbong Mass Rapid Transit (MRT).
Baca Juga
‎"Tapi yang pasti kita putuskan kita buat di Jawa Barat, titiknya dimana kita kemungkinan akan bangun di Purwakarta, FS sedang kita selesaikan‎," jelasnya.
‎Dengan menjadikan Jawa Barat sebagai pusat industri kereta modern, diharapkan Rini dapat mengurangi tingkat pengangguran di wilayah Jawa Barat dan meningkatkan daya saing Jawa Barat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas) menyatakan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sebenarnya bukanlah proyek yang memberikan keuntungan.
Direktur Transportasi Kementerian PPN/Bappenas Bambang Prihartono ‎mengatakan, sama seperti proyek pembangunan angkutan massal lainnya, proyek kereta cepat sebenarnya merupakan proyek rugi. Hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
"Dimana ada angkutan massal itu untung? Itu proyek rugi. Di Belanda, Perancis, Inggris itu ditanggung pemerintah.MRT juga awalnya rugi dulu," ujarnya.
Namun demikian, di sisi lain, keberadaan kereta cepat juga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya yang terjadi di China. Dari studi kasus kereta cepat Beijing-Shanghai, keberadaan moda transportasi tersebut mampu mendorong pertumbuhan GDP kota-kota yang dilaluinya. Seperti di kota Jinan yang GDP-nya mampu tumbuh 0,55 persen per tahun, ‎di Jilin sebesar 0,63 persen dan di Dezhou sebesar 1 persen.
"Jadi kita lihat proyek ini sebagai key driver untuk pengembangan wilayah. Di China, tiap daerah yang disinggahi itu tumbuh 0,6 persen-1 persen‎. Selain itu, ini juga bisa memotong biaya logistik sebesar 1 persen," kata dia.
Oleh sebab itu, meski proyek tersebut merupakan proyek rugi, namun jika masih memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi, maka proyek tersebut akan mendapatkan dukungan dari pemerintah.
"Kalau dilihat secara singel proyek ya memang rugi. Karena itu muncul peran pemerintah dalam hal percepatan perizinan. Kalau dipercepat, itu keuntungan yang besar buat swasta," tandas dia. (Yas/Gdn)