Sukses

Diet Kresek dengan Kantong Plastik Berbayar

Perayaan Hari Sampah ditindaklanjuti pemerintah dengan memulai program untuk mengurangi sampak plastik di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Pawitra Universitas PGRI Adi Buana Surabaya memamerkan Gunung Sekaten yang terbuat dari sampah plastik. Gunungan ini merefleksikan Indonesia dalam kondisi darurat sampah plastik.

Adapula di Kecamatan Rappocini, Makassar, seorang nenek lanjut usia, Hajah Zaenab Daeng Inji, dengan semangat tinggi mengumpulkan sampah yang berceceran di jalan dan memasukkannya ke sebuah karung.

Kegiatan nenek lanjut usia dan mahasiswa itu bukan tanpa maksud. Itu merupakan bentuk partisipasi mereka dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada Minggu 21 Februari 2016 kemarin.

Sementara di Jakarta, perayaan Hari Sampah berlangsung berbarengan dengan penyelenggaraan Car Free Day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Kegiatan ini antara lain dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyiedan Baldan, Kepala Staf Presiden Teten Masduki serta Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Tak sekedar euforia, perayaan Hari Sampah ditindaklanjuti pemerintah dengan memulai program Kantong Plastik Berbayar. Ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia.

Dengan menggandeng pengusaha retail, pemerintah mewajibkan masyarakat yang berbelanja membayar Rp 200 per kantong plastik. Kebijakan tersebut diujicobakan di 23 kota seluruh Indonesia selama kurun waktu 3 bulan.

Ketentuan ini tertuang dalam surat edaran bernomor S.1230/ tertanggal 17 Februari 2016 yang diterbitkan Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Wagub DKI Djarot mengatakan, keputusan itu diambil mengingat dari 7.000 ton sampah yang diproduksi tiap hari di DKI Jakarta, mayoritas merupakan sampah kantong plastik. Sampah tersebut membutuhkan waktu 500 tahun untuk terurai.

"Saya inginkan Jakarta punya kantong plastik berbayar. Bring your own bags. Supaya betul menghargai dan tak buang sampah sembarangan," tutur Djarot, Minggu (21/2/2016).

Uji Coba Serentak di 17 kota

Beberapa alasan berikut ini dapat membuat kamu sadar bahwa diet kantong plastik memang harus segera dilakukan.

Pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar di ritel modern di Indonesia pada Minggu, 21 Februari 2016. Dari target 23 kota, uji coba tersebut baru serempak dilakukan di 17 kota seluruh Indonesia hingga Juni 2016, termasuk DKI Jakarta.

Tujuan penerapan kantong plastik berbayar ini agar masyarakat membawa kantong sendiri. Harapannya, lambat laun akan mengurangi penggunaan plastik.

Para pelaku usaha sangat mendukung uji coba penggunaan kantong plastik berbayar ini. Adapun jumlah ritel modern di Indonesia mencapai 35 ribu ritel.

"Untuk uji coba ini kita terapkan untuk ritel modern yang paling siap maksimal. Jadi 35 ribu gerai itu belum bisa jalan semua," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey.

Roy menuturkan, penetapan harga kantong plastik belanja berbayar minimal Rp 200, adalah hasil diskusi dengan pemerintah. Dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Dalam pertemuan kami dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, YLKI pada 16 Februari 2016 ditetapkan harga terendah mulai Rp 200. Angka ini dapat dieskalasi. Namun dengan uji coba yang dilakukan jangan sampai membebani masyarakat," kata Roy.

Penggunaan Uang Pembelian Kantong Plastik Berbayar

Pengusaha retail membantah tudingan mencari untung dengan kebijakan kantong plastik berbayar Rp 200 per lembar. Sebab ini juga telah menjadi program pemerintah.

Pengusaha ritel memastikan akan mengembalikan uang konsumen tersebut melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).

Roy N Mande memastikan, perusahaan ritel akan mengembalikan uang tersebut ke masyarakat melalui program CSR di bidang lingkungan. Perusahaan-perusahaan ritel, akan menyusun program CSR lingkungan, yang proposal program tersebut kemudian dipresentasikan di depan pemerintah.

"Jadi kalau sudah disetujui, uang masuk, barulah dilaksanakan program CSR. Selama ini masing-masing perusahaan ritel punya program CSR, tapi belum signifikan. Dengan begitu, uang yang masuk bukan untuk ritel tapi kita kembalikan ke masyarakat," tandas Roy.

2 dari 2 halaman

Ramai-ramai Mendukung

Ramai-ramai Mendukung

Sejumlah kepala daerah, artis hingga mantan menteri turut mendukung program ini. Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim salah satunya.

Dia mendukung upaya pemerintah terkait aturan penggunaan kantong plastik berbayar. Namun, dia mengingatkan agar dana dari penjualan kantong plastik itu tidak masuk ke saku pengusaha.

"Hasil dari Rp 5.000 itu tidak masuk kantong pengusaha tapi kembali ke rakyat miskin yang banyak di Indonesia. Bebaskan plastik untuk selamatkan yang miskin," kata Emil.

Dia optimistis aturan tersebut akan diikuti oleh pemerintah daerah lainnya di seluruh Indonesia. Karena, hal yang sama pernah terjadi saat proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Jika Jakarta beri contoh, seluruh Indonesia mengikuti. Ketika proklamasi di Jakarta saja didengar. Ketika Jakarta deklarasi bebas plastik, maka seluruh Indonesia mendengar dan jalankan itu," ujar Emil.

Adapula Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Dia memprediksi dalam 1 hari bisa terkumpul dana Rp 1 miliar dari pungutan kantong plastik berbayar tersebut.

"Kita bisa hemat Rp 1 miliar per hari. Artinya, ada Rp 360 miliar dalam 1 tahun, yang bisa dijadikan truk sampah, buat pembangkit listrik berbasis sampah, daur ulang, dan sebagainya," tandas pria yang disapa Kang Emil dalam video conference.

Industri Tak Khawatir

Salah satu pihak yang akan terdampak kebijakan ini, selain masyarakat, adalah produsen plastik. Namun kenyataannya, pengusaha tak khawatir penjualannya akan susut usai program ini berjalan.

Ketua Umum Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) Tjokro Gunawan mengatakan sebenarnya kebijakan seperti ini bukan pertama kali diterapkan di dunia. Sejumlah negara telah menerapkan kebijakan tersebut dan terbukti mampu menurunkan jumlah konsumsi plastik.

"Ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru‎. Beberapa negara sudah melakukan itu, seperti di Hong Kong. Tetapi ini memang baru di Indonesia, dengan ada bayar maka diharapkan plastik-plastik yang dipakai itu bisa dipakai beberapa kali," ‎ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com.

Dia mengungkapkan, jika dilihat secara teori pengenaan biaya tambahan pada plastik yang digunakan saat berbelanja akan membuat oran‎g semakin berhemat dalam penggunaan plastik. Itu karena semakin banyak menggunakan plastik, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar.

Namun Tjokro melihat hal tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Saat ini orang Indonesia masih banyak menggunakan plastik saat berbelanja karena dianggap lebih praktis.

Selain itu, masyarakat Indonesia cenderung tidak perduli soal pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah plastik yang menumpuk.

Oleh sebab itu, Tjokro menegaskan pihaknya belum terlalu khawatir kebijakan ini akan mengganggu permintaan plastik dari sektor industri. Meski demikian, jika kebijakan ini telah diterapkan dia berharap pemerintah memberikan solusi bagi industri plastik agar bisa tetap berproduksi. (Nrm/Zul)