Liputan6.com, Jakarta - Minat investor untuk menanamkan modalnya pada sektor hulu migas di Indonesia masih rendah. Investor merasa masih banyak permasalahan di sektor hulu migas yang membuat mereka sulit untuk mengembangkan usaha.Â
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, ‎peringkat investasi di sektor hulu migas Indonesia berada di level 113 dari 126 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa minat investasi penanam modal masih rendah.
"Minat investasi di sektor hulu migas Indonesia nomor 13 dari yang terbawah," kata Amien, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta,‎ Senin (22/2/2016).
Amin menyebutkan, ada banyak persoalan yang membuat minat investasi di sektor hulu migas rendah. Beberapa masalah tersebut adalah regulasi yang masih tumpang tindih dan tidak kosisten. Selain itu, sistem perpajakan yang belum mendukung sektor hulu migas juga menjadi salah satu penyebabnya.Â
Di luar itu, kualitas infrastruktur di Indonesia juga belum mampu untuk mendukung sektor hulu migas. "Ini kalau lihat grafiknya, industri hulu migas kurang menarik," tutur dia.
Baca Juga
Namun, ada hal yang membuat sektor hulu migas di Indonesia juga menarik juga dibandingkan dengan beberapa negara lain. Indonesia memiliki tenaga kerja yang terlatih. Selain itu, situasi politik yang stabil juga menjadi daya tarik lainnya. "Ini yang mendorong investasi hulu migas di Indonesia," tegas Amien.
SKK Migas juga menyatakan produksi minyak Indonesia akan terus menurun. Ini dipicu lambannya pengembalian cadangan (eksplorasi) minyak nasional.
Tahun lalu produksi minyak nasional hanya 817 ribu barel per hari (bph). Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditargetkan sebesar 835 ribu bph. "Kalau dulu produksi minyak lebih banyak ketimbang air. Sekarang 90 persen air, jadi minyaknya mahal," kata Amien.
Produksi minyak Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Jika pada 2010, realisasi produksi minyak mencapai 942 ribu bph, prognosa awal di 2016 hanya mencapai 825 ribu bph. Bahkan di 2020 diprediksi tersisa 550 ribu b‎ph.
Dia menuturkan, cadangan minyak Indonesia saat ini jauh lebih kecil, hanya 4 miliar barel, bila dibandingkan era 1960 hingga 1970 mencapai 20 miliar barel. Hal tersebut disebabkan pengembalian cadangan minyak yang lambat.
"Pertumbuhan cadangan negatif atau cadangan menurun, ini dikarenakan penemuan cadangan tidak bisa cepat. Kapasitas produksi juga menurun‎," ungkap Amien.
Amien menambahkan, saat ini ada 312 Wilayah Kerja Migas di Indonesia. Sebanyak 61 Wilayah Kerja mengalami terminasi, 84 sedang eksplorasi, 67 produksi dan17 pengembangan. "Yang eksplorasi cukup banyak. Jadi kami harap dari eksplorasi akan ditemukan cukup banyak cadangan," tutup Amien. (Pew/Gdn)