Sukses

Pencabutan Kewajiban SVLK Ganggu Ekspor Furnitur RI ke Eropa

Permendag yang mencabut kewajiban ekspor furnitur sesuai standar SVLK dinilai merugikan pengusaha

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) mengeluhkan tidak konsistensinya penerapan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Hal ini setelah Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 89 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. 

Direktur Eksekutif Apkindo Rubiyanto mengatakan, dengan keberadaan Permendag tersebut maka produk kayu tujuan ekspor yang awalnya wajib memenuhi standar SVLK kini tidak perlu lagi.

Penghapusan kewajiban SVLK ini, khususnya untuk produk furnitur justru dikatakan membuat pengusaha kayu terancam rugi karena tidak bisa masuk pasar Eropa.

"Permendag Nomor 89 Tahun 2015 tentang ekspor produk kehutanan itu bisa merugikan pengusaha," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (26/2/2016).

Padahal, menurut dia, adanya SVLK membuat legalitas kayu jadi terjamin. Sehingga, pengusaha juga bisa dengan mudah masuk pasar Eropa yang selama ini ketat terkait dengan urusan kayu. Keberadaan Permendag 89 ini juga menghambat ekspor produk hasil hutan.

Rubiyanto mengungkapkan, dengan tidak ada pemberlakuan SVLK untuk produk furnitur membuat Uni Eropa menunda implementasi Voluntary Partnership Agreement Forest Law Enforcement Governance and Trade (VPA FLEGT).

Padahal, awalnya VPA FLEGT akan berlaku per 1 Januari. Namun karena penerbitan Permendag 89, VPA FLEGT diundur jadi per 1 April 2015.

"Tapi jika Permendag 89 tidak diubah, maka penetapannya akan mundur lagi. Kalau penerapan VPA FLEGT ini terus ditunda, maka pengusaha akan rugi karena harus membayar US$ 2.000-US$ 2.500 per invoince. Ini sangat memberatkan. Sekarang pemerintah tinggal pilih mau menyelematkan duit kecil atau besar," dia menjelaskan.

Menurut dia, pemerintah masih mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ekspor jika bisa memberlakukan SVLK lagi. Apalagi, saat ini sudah banyak pengusaha yang memiliki SVLK.

"Dulu kan katanya wajib, jadi anggota saya 100 persen sudah punya (SVLK) karena kita mendukung pemerintah. Jadi sangat disayangkan jika SVLK dihapuskan," tegasnya.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 89 tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan. Dalam beleid tersebut dijelaskan kalau 15 pos tarif produk kehutanan sudah tidak lagi diwajibkan
menggunakan SVLK. 

Sebelumnya, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik mengakui prospek industri kayu Indonesia sangat bagus di pasar Eropa. Namun Indonesia harus berhadapan dengan persaingan ketat dari beberapa negara lain. 

Industri kayu Indonesia juga, kata dia, harus mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sebab tanpa SVLK, industri kayu susah menembus Eropa.(Dny/Nrm)