Sukses

Tekan Biaya Logistik, Pemda Diminta Hapus Pungutan Daerah

Upaya menekan inflasi yang harus dilakukan yaitu mengatasi ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Daerah (Pemda) diharapkan bersedia menghapuskan pungutan-pungutan yang menjadi masalah dalam biaya logistik di dalam negeri. Dengan demikian diharapkan akan menghilangkan disparitas harga dan pada ujungnya menekan inflasi nasional.

Direktur Keuangan Negara dan Analisa Moneter Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Sidqi Lego Pangesthi Suyitno mengatakan, untuk menekan inflasi yang harus dilakukan yaitu mengatasi ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Indonesia.

Ekonomi biaya tinggi tersebut salah satunya disebabkan pungutan-pungutan antar wilayah sehingga membuat tingginya biaya logistik di Indonesia.

"Ekonomi biaya tinggi yang harus ditekan. Contohnya biaya lintas kabupaten itu bisa sampai 2-3 jenis, itu bisa 30 persen-40 persen dari cost (logistik), kalau itu dihapus saja," ujar dia di Jakarta, Selasa (1/3/2016).

Dia mengungkapkan, adanya pungutan-pungutan tersebut sebenarnya merupakan warisan dari jaman penjajahan Belanda di mana dilakukan untuk mempersulit bisnis pengusaha masyarakat pribumi.

Namun pada era saat ini, pungutan tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan.
"Itu Revolusi Mental. Ini kan peninggalan Belanda, bahwa pribumi tidak boleh maju, mau berusaha dipersulit," jelas dia.


Selain itu, lanjut Sidqi, pungutan-pungutan yang dilakukan dinas di daerah dinilai tidak berkontribusi besar pada penerimaan daerah. Sebagian besar pungutan-pungutan tersebut dinilai hanya masuk ke kantor pribadi masing-masing.

"Sebenarnya tinggal Pak Jokowi perintah ke menteri dalam negeri, perintah gubernur dan bupati supaya tidak ada lagi pungutan itu. Toh PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak banyak sumbangannya ke APBD, itu kan hanya masuk kantong pribadi. Kalau tidak mau, Pak Jokowi kan bisa bilang sudah kita kompensasi dengan dana desa. Setiap kabupaten dapat Rp 100 miliar, tiap  provinsi dapat Rp 1 triliun, itu kan kompensasinya. Jadi tidak perlu lagi anda mungut-mungut," dia menjelaskan.

Selain itu pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini, faktor logistik juga dinilai menjadi salah satu modal Indonesia agar bisa berkompetisi dengan negara lain. Sebagai contoh Filipina, meski ketersediaan infrastrukturnya lebih buruk dari Indonesia namun negara tersebut mampu menekan biaya logistik dengan cara meniadakan pungutan.

"Di MEA, lintas negara tidak boleh dipungut. Tapi kita lintas kabupaten malah ada pungutan. Kita janji dengan orang lain 'Oke anda tidak kita pajakin masuk ke sini', sementara lintas kabupaten kena, harus dicabut seperti itu. Pilihan policy itu ada, tinggal mau atau tidak. Kalau MEA mulai kita sudah kompetitif. Kalau bisa juga suku bunga diturunkan, bisa lebih murah dari harga sekarang. Filipina bisa, kenapa kita tidak bisa, infrastrukturnya lebih jelek dari kita," pungkas dia. (Dny/Nrm)

Video Terkini