Sukses

Bersaing di MEA, Pekerja RI Tak Kalah dari Negara Lain

Pekerja Indonesia memiliki peluang besar bersaing di MEA.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meminta masyarakat untuk optimistis menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Meskipun persaingan dunia ketenagakerjaan akan lebih ketat, dia menilai tenaga kerja Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dapat bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.

"MEA kita lihat secara optimistis. Kita tetap melihat ini sebagai peluang dalam rangka meningkatkan daya saing tenaga kerja kita," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/3/2016).

Menurut Hanif, implementasi MEA sejak akhir 2015 merupakan salah satu bentuk keterbukaan arus keluar masuk  barang, jasa, dan investasi di kawasan Negara-negara anggota ASEAN.

Era pasar bebas ini melibatkan 10 negara anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

 

Penerapan MEA tersebut merupakan kelanjutan dari implementasi Komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang didasari oleh tiga pilar, yaitu politik dan keamanan, sosial dan kultural, serta ekonomi.

Hanif juga meminta masyarakat untuk tidak perlu takut dengan keberadaan tenaga kerja asing (TKA) dengan diberlakukannya MEA. TKA yang datang ke Indonesia merupakan TKA yang telah memenuhi persyaratan ketat. Selain itu, tidak semua posisi dan ruang kerja dapat diisi oleh TKA.

"Saat ini banyak banyak pandangan yang kurang tepat di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Beranggapan bahwa liberalisasi dalam MEA ini akan membuka peluang bagi TKA untuk mudah masuk ke Indonesia dan bekerja di semua sektor," kata dia.

Dalam konteks persaingan kompetensi tenaga kerja, Hanif berpandangan tenaga kerja Indonesia tidak kalah kompetitif dari tenaga kerja negara-negara lain. Ia mencontohkan tester tembakau yang melakukan penilaian terhadap kualitas tembakau.

Tester tembakau tersebut memiliki kompetensi untuk menilai kualitas tembakau berdasarkan pengalaman mereka. Namun, secara kualifikasi mereka dinilai kurang profesional karena tidak memiliki sertifikat profesi tester tembakau. Berbeda halnya di negara-negara lain, tester merupakan salah satu jabatan profesi yang prestisius.

“Petani tembakau di Temanggung dan Wonosobo misalnya, dengan nyentuh dan nyium daun tembakau saja mereka sudah tahu kualitasnya. Mereka punya kompetensi di situ, hanya saja tidak tersertifikasi," jelasnya.

Oleh karena itu, Hanif mengimbau masyarakat agar terus berupaya meningkatkan kompetensi kerjanya. Salah satunya adalah meningkatkan kemampuan bahasa asing.

"Namun masyarakat juga tidak boleh terlena dan lupa untuk terus mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi yang dimiliki, ditunjang dengan pembentukan etos kerja yang profesional dan peningkatan kemampuan berbahasa asing, guna meningkatkan daya saing baik di tingkat nasional maupun internasional," tandasnya. (Dny/Ndw)