Liputan6.com, Jakarta - Warga Pangkalan Kerinci, Tomedy kaget saat melihat saldo rekeningnya tiba-tiba bertambah jadi Rp 100 triliun. Padahal sebelumnya, uang di rekening tabungan yang dia miliki tidak sampai Rp 500 ribu.
Kisah ini berawal saat pria berusia 32 tahun ini berniat menyetorkan uang Rp 250 ribu ke rekening miliknya pada Selasa, 8 Maret 2016 sekitar pukul 14.00 WIB.
Dia mendatangi Kantor PT Bank Mandiri Tbk yang berada di samping Mapolsek Pangkalan Kerinci. Namun karena pelayanan sibuk, dia kemudian masuk ke ATM yang berada di sebelah kantor tersebut.
Tomedy mengambil uang pecahan Rp 50 ribu sebanyak 5 lembar dari dompetnya dan memasukkan ke mesin setoran tunai. Pria yang berprofesi sebagai wartawan inipun pulang ke rumahnya tanpa mengecek struk transaksinya.
"Di rumah, saya kemudian melihat struk tadi. Saya kaget begitu melihat nilai rekening saya mencapai Rp 999 juta lebih," katanya.
Tak percaya dengan peristiwa yang dialaminya, Tomedy kembali mengecek saldo melalui SMS Banking Mandiri.
Matanya terbelalak kala melihat layar telepon genggam menunjukkan nominal berbeda dengan ada yang di struk. Jika sebelumnya nyaris mencapai Rp 1 miliar lebih, kali ini berlipat ganda hingga mencapai Rp 100 triliun.
Hal ini tentu saja membuat dirinya tidak tenang. Pada Kamis, 10 Maret 2016, dia mendatangi Kantor Cabang Perwakilan Bank Mandiri di Pangkalan Kerinci di Jalan Lintas Riau-Jambi.
Dia pun minta penjelasan kepada Customer Service Bank Mandiri terkait apa yang dialaminya. Sayang, pihak bank tidak memberikan penjelasan yang memuaskan kepada dirinya.
"Katanya Katanya baru kali ini terjadi seperti itu. Mereka juga tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi dan dari mana asal uangnya," sebut Tomedy.
Penjelasan Bank Mandiri
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, rekening milik Tomedy tengah diblokir oleh pihak bank. Dia menuturkan, ‎sebenarnya deretan angka 9 hingga nominalnya mencapai triliunan tersebut‎ diawali dengan tanda minus (-). Hal ini wajar terjadi pada rekening yang tengah diblokir oleh pihak bank.
"Sebenarnya tidak ada yang janggal. Itu sebenarnya minus tak terhingga, itu jadinya -99999 sampai memenuhi digit yang memungkinkan. Hal ini terjadi kalau rekening tersebut dalam posisi terblokir‎," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.
Dia menjelaskan, sebenarnya kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi. Pasalnya setiap nasabah yang rekeningnya diblokir pasti mengalami hal yang sama. Namun biasanya nasabah tersebut langsung melaporkan kepada pihak bank dan mendapatkan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mungkin tanda negatifnya tidak tertera jelas, sehingga tidak kelihatan. Kalau diblokir pasti begitu, dari sistemnya seperti itu. Masa muncul tulisan diblokir, kan nggak enak juga. Biasanya nasabah langsung lapor, nanti kita jelaskan," lanjut dia.
Mengenai latar belakang Bank Mandiri melakukan blokir terhadap rekening atas nama Tomedy ini, Rohan menyatakan tidak bisa menjelaskan secara detail karena ini merupakan kerahasiaan nasabah. Sesuai dengan aturan yang berlaku, pihak bank wajib menjaga rahasia nasabahnya.
"Sebelum dia setor uang, rekeningnya sudah terblokir‎. Kalau rekening terblokir untuk masuk (setor uang) kan bisa, yang tidak bisa keluar. ‎Blokir itu dari pihak bank yang s‎edang melakukan investigasi di rekening. Tapi itu rahasia nasabah, yang tidak boleh saya kasih tahu. Dan sampai sekarang blokirnya belum kita buka," ‎jelasnya.
Meski demikian, Rohan memastikan jika proses pemeriksaan terhadap rekening yang bersangkutan telah selesai dilakukan dan tidak menemukan hal yang dianggap bermasalah, maka rekening milik Tomedy ini akan kembali seperti semula.
"Setelah selesai diblokir kembali seperti semula, tidak berkurang atau bertambah. Ini hanya tampilan komputer saja. Jadi itu tidak benar (uangnya sampai Rp 100 triliun). Itu bukan angka uangnya segitu, secara sistem memang kalau diblokir muncul angka seperti itu‎. Nanti kalau tidak ada apa-apa dibuka lagi," tandasnya.
Kenapa bisa terjadi?
Pengamat Teknologi Informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo menuturkan ada sejumlah kemungkinan terjadi kesalahan dalam transaksi di bank. Ia menyebutkan, pertama kemungkinan keliru sistem engineering dari sisi design awal. Kedua, human error.
"Teknologi itu ada sejumlah aspek bisa dari proses, manusia dan teknologi. Mestinya ada verifikasi dan validasinya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat pekan ini.
Ia menambahkan, bila terjadi kesalahan program di sistem kemungkinannya kecil. Lantaran kalau terjadi kesalahan program maka sebagian besar nasabah juga dapat mengalami hal sama. "Ini satu orang saja yang mengalami kesalahan ada salah di sistem kemungkinan kecil," ujar dia.
Agung menuturkan, ada juga berkaitan dengan proses bagaimana mekanisme memasukkan suatu transaksi di bank. Karena itu, dalam proses tersebut perlu verifikasi. Kemudian, human error. Agung menuturkan, ada juga kemungkinan human error ketika memasukkan data.
"Ada kaitannya dengan memasukkan data. Kemungkinan ini ada kekeliruan di proses dan people," kata dia.
Melihat ada terjadi beberapa kekeliruan dalam transaksi di bank, Agung menuturkan bank juga melakukan pengecekan dan menyaring dari sisi jumlah. Selain itu, Agung menambahkan bank juga harus memiliki standar operational producer (SOP) sistem teknologi informasi dari internal lebih baik untuk mengurangi risiko dan menciptakan nilai lebih baik.
Bukan kejadian pertama
Kejadian yang dialami Tomedy bukanlah pertama kali. Pada dua orang nasabah Bank Mandiri cabang Bengkulu mengaku kehilangan uang mereka masing-masing sebesar Rp 49 juta dari rekening tabungannya.
"Saya biasa bertransaksi melalui sms banking dan saat cek saldo, uang saya berkurang Rp 49 juta," kata Firdaus, nasabah Bank Mandiri yang sudah melaporkan kasus ini ke Polda Bengkulu 11 Agustus 2015.
Ia mengatakan, hilangnya uang dari rekening tabungan terjadi pada 15 Juni 2015, saat melakukan transaksi non tunai yakni mentransfer dana sebesar Rp 8 juta.
Setelah transaksi, ia justru mendapat laporan keberadaan arus transaksi dari rekeningnya ke rekening bank lain yakni BTN sebesar Rp 49 juta. Dana tersebut dikirim ke seseorang pemilik rekening BTN bernama Ristomatila yang berdomisili di Bali.
"Padahal saya tidak pernah mengenal orangnya dan tidak pernah transfer dana itu," tegas dia.
Mengetahui kejanggalan tersebut, Firdaus langsung menghubungi pihak bank Mandiri dan melaporkan kejadian itu.
Memang usai melaporkan kejadian tersebut, dana sebesar Rp 49 juta kembali masuk ke rekeningnya. Namun sayang, dana tersebut tak bisa ditarik.
Keganjilan terjadi saat memeriksa saldo melalui sms banking, Firdaus justru menemukan dana sebesar Rp 100 triliun terdapat dalam rekeningnya.
"Saya langsung telepon lagi pusat layanan pelanggan dan melaporkan adanya saldo mencapai Rp 100 triliun dan pihak bank langsung menonaktifkan sementara rekening saya," dia menguraikan.
Firdaus kemudian memperlihatkan selembar kertas berisi informasi saldo sebesar Rp 100 triliun dalam rekening tabungan yang sempat dicetaknya.
Hal mengejutkan selanjutnya, Firdaus justru kehilangan kembali uang yang sebesar Rp 49 juta, demikian pula dengan dana Rp 100 triliun tersebut.
Kasus serupa juga dialami Seprialdi yang kehilangan dana sebesar Rp 49 juta dari rekening tabungannya pada 29 Juni 2015.
"Saya langsung menghubungi Mandiri pusat dan mereka berjanji menyelesaikan masalah ini hingga 6 Agustus, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan," katanya.
Kasus serupa di bank lain
Lagi kasus salah transfer terjadi. Kali ini yang diuntungkan adalah nasabah dari Ngabang, Landak, Kalimantan Barat. Tidak tanggung-tanggung, uang yang terkirim sebesar Rp 5,1 miliar.
Nasabah BNI tersebut hanya memiliki usaha tempat permainan biliar. Dari usahanya itu dia bisa menghidupi keluarganya.
Menurut nasabah BNI, terakhir kali mengecek saldo tabungan jumlahnya hanya Rp 218.000. Setelah mendapat trasfer nyasar menjadi Rp 5 miliar lebih.
Tanpa pikir panjang ia mengambil uang itu dalam beberapa kali penarikan. Total dia sudah mengambil sebesar Rp 2,2 miliar selama dua hari berturut-turut. Namun pada hari berikutnya sisa uang dalam rekening hilang sama sekali.
Corporate Secretary BNI, Tribuana Tunggadewi menjelaskan, peristiwa salah transfer tersebut memang benar terjadi pada awal Februari 2015 lalu.
"Kesalahan transfer tersebut telah dikoreksi oleh BNI dan tidak ada kerugian finansial baik bagi nasabah maupun BNI," jelas Tribuana.
Menurut Tribuana, kejadian salah transfer dapat saja terjadi di perbankan, oleh karena itu diberikan ruang bagi perbankan untuk melakukan koreksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Adapun asal dana tersebut adalah dana BNI yang sedianya akan ditransfer untuk keperluan operasional perusahaan, dan tidak ada indikasi tindak pidana pencucian uang.
"Hal tersebut juga diperkuat adanya Surat Pemberitahuan Penghentian Hasil Penyelidikan (SP2HP) oleh Kepolisian pada Oktober 2015, yang pada intinya tidak ditemukan unsur pidana dalam kejadian dimaksud," tambahnya. (Ndw/Gdn)
Kisah Nasabah Kaya Sekejap Gara-gara Kesalahan Bank
Warga Pangkalan Kerinci, Tomedy kaget saat melihat saldo rekeningnya tiba-tiba bertambah jadi Rp 100 triliun.
Advertisement