Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengaku telah mengubah proses pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah setelah mengganti peran Pertamina Energy Trading Limited/Petral ke Integrated Supply Chain (ISC).
VP Marketing Development ISC PT Pertamina (Persero) Hasto Wibowo mengatakan, ISC membuka kesempatan seluasnya kepada penjual minyak (trader) untuk mengikuti tender dalam proses pengadaan BBM. Dengan begitu diharapkan akan mendapat harga minyak yang paling murah.
"Kami paham semakin banyak orang menawarkan semakin ada peluang untuk mendapatkan harga lebih baik. Logika rasionalnya seperti itu," kata Hasto, di Kantor Pusat Pertamina,Jakarta, Jumat (11/3/2016).
Advertisement
Hasto melanjutkan, setelah membuka kesempatan tender, trader akan menawarkan harga melalui surat elektronik dan ISC tidak bisa membuka penawaran tersebut sampai batas waktu tender yang ditentukan habis.
Baca Juga
Jika batas waktu habis ISC akan menolak perusahaan yang terlambat mengikuti tender, dengan begitu tidak ada permainan dalam tender pengadaan.
"Situasi tender kami opening, alamat email penutupan nanti, begitu komputer ditaruh di meja kita mulai. Begitu ada masuk emailnya lewat waktu sorry gugur dia," tutur Hasto.
Hasto menuturkan dalam memilih pemenang tender ISC tidak sembarang. Ada tiga tahapan seleksi yang menjadi pakem, yaitu proses legal dokumen untuk memastikan kebenaran perusahaan, kondisi keuangan untuk menjaga likuiditas dan operasional perusahaan.
"Perlu screening, ada tiga proses legal dokumen company benar tidak dari mana. Kemudian financial dicek kira-kira likuiditasnya boleh kita minta referensi dari bank bisa ditunjukkan tidak. Intinya kalau sebagai buyer saat kita butuhkan dia harus mampu mengadakan, kemudian bisnis operasi dia pengalaman," ujar dia.
Nilai transaksi minyak mentah (crude) dan produk yang dikelola ISC sebesar US$ 27,41 miliar atau Rp 356,3 triliun selama 2015. Terdiri dari minyak mentah sebesar US$ 14,85 miliar atau Rp 193,05 triliun dengan jumlah 279,04 juta barel. Sementara BBM sebanyak 168,08 juta barel dengan nilai transaksi US$ 12,56 miliar atau setara Rp 163,25 triliun. (Pew/Ahm)