Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian mengaku tidak bisa menindak oknum yang membuat harga cabai dan bawang merah melambung beberapa waktu belakangan ini. Kewenangan penindakan ada di instansi lain.Â
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Yasid Taufik mengatakan, melambungnya harga cabai dan bawang merah bukan disebabkan oleh masalah produksi pada tingkat petani. Pasalnya saat ini kegiatan produksi cabai dan bawang merah masih berjalan normal.
Pemicu kenaikan harga cabai dan bawang merah disebabkan permainan pasokan di tingkat pengecer, sehingga menciptakan tata niaga cabai dan bawang merah tidak sehat.
"Lompatan harga ini karena ada bias dalam tata niaga yang tidak sehat. Mekanisme pasar tidak mengambarkan suplay dan demand yang sebenarnya,"‎ kataYasid, di Kantor Direktorat Jenderal Hortikultura,Jakarta, Minggu (13/3/2016).
Baca Juga
Meski sudah mengetahui adanya permainan di tingkatan pengecer, Yasid mengaku tidak bisa melakukan tindakan. Alasannya, Kementerian Pertanian tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelaku. Tugas Kementerian Pertanian hanya sebatas menjaga produksi tetap berjalan normal.
"Tentunya bukan kementan, kami selesai di tingkatan produktifitas nilai tambah. Pak Menteri begitu masifnya menyediakan alat produktifitas dan efisiensi tani," tutur Yasid.
Menurutnya, instansi lain yang ‎harus menangani kenaikan harga cabai dan bawang merah ini. Ia mencontohkan, masalah perdagangan diurusi Kementerian Perdagangan dan masalah distribusi diurusi oleh Kementerian Perhubungan. "Kalau masalah perdagangan ada Kementerian Perdagangan, kalau transportasi ada perhubungan," ungkap Yasid.
Untuk menyelesaikan permasalahan kenaikan harga cabai dan bawang merah ini perlu kerja sama berbagai instansi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Ia pun menginginkan tidak ada liberalisasi dalam pangan sehingga tidak terjadi kenaikan harga yang signifikan.
‎"Kalau kami hanya mengimbau ini masalah pangan, masalah hidup bangsa Indonesia, kalau pangan masalah pangan masalah perut bangsa, perlu semua pihak jangan liberal bisnis pangan ada normalnya," tutup Yasid. (Pew/Gdn)