Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) meminta pemerintah tidak emosional dengan memutuskan memblokir angkutan berbasis aplikasi, seiring protes sopir angkutan umum dan taksi terkait keberadaan transportasi ini.
Pengusaha meminta angkutan berbasis aplikasi semestinya diakomodasi pemerintah. Sebab, angkutan berbasis aplikasi seperti Grab, Uber, dan Go-Jek dan sejenisnya merupakan sebuah keniscayaan dari evolusi angkutan umum dan perangkat teknologi informasi.
“Angkutan berbasis aplikasi merupakan sebuah keniscayaan. Ini sebuah bagian dari evolusi dan inovasi moda transportasi dunia. Kalau pemerintah melawan tren dan evolusi semacam ini, kita akan makin ketinggalan. Pak Menhub harus cermat membaca ini,” ujar Ketua Bidang Industri Kreatif BPP Hipmi Yaser Palito di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Baca Juga
Yaser mengatakan, kemajuan teknologi dan inovasi membuat Taksi Uber dan angkutan berbasis aplikasi yang lainnya lebih efisien sehingga mampu menawarkan tarif lebih terjangkau bagi masyarakat.
Di sisi lain, tarif taksi konvensional semakin mahal dan tak mampu terjangkau masyarakat. Sebab itu, taksi aplikasi dinilai mesti diakomodir dan tidak dimatikan agar konsumen tak dirugikan.
Menurut dia, tak hanya taksi, banyak perusahaan tua, konvensional, dan besar saat ini bertumbangan sebab terlambat melakukan inovasi dan tidak mampu menyesuaikan diri.
”Pemerintah harus menjamin persaingan secara sehat di tingkat kreatifitas bukan melakukan proteksi melalui penguasaan kebijakan pemerintah. Kalau enggak kreatif ya mati saja. Orang kreatif itu mau dimatikan juga tetap hidup,” ujar Yaser.
Sebab itu, pengusaha meminta agar pemerintah segera mengakomodasi perizinan taksi dan angkutan berbasis aplikasi. Negara-negara seperti Meksiko dan Filipina dapat menjadi rujukan akomodasi regulasi terhadap angkutan berbasis aplikasi. Sebagaimana taksi lainnya, taksi aplikasi diakomodir sesuai ketentuan yang berlaku.”Termasuk membayar pajak,” tambah dia.
Dia mengatakan, selama ini taksi aplikasi bukan tidak mau mengurus perizinan, namun selain belum ada payung hukum, proses perizinan angkutan berpelat kuning pun di republik ini dikenal terlalu lama, panjang, bertele-tele, serta berbiaya tinggi. (Yas/nrm)
Advertisement