Liputan6.com, Jakarta - Komitmen pemerintah untuk perbaikan tata kelola industri gas nasional terus meningkat. Hal tersebut terbukti dari kebijakan di sektor gas nasional yang terus dikeluarkan.Â
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sejumlah kebijakan sektor gas yang telah diberlakukan pemerintah diantaranya adalah kebijakan meningkatkan alokasi gas untuk domestik dan kebijakan penurunan harga gas di hulu dan di tingkat harga penjual untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Kebijakan tersebut masuk dalam paket Kebijakan Ekonomi Jilid IIIÂ yang dikeluarkan pada tahun lalu.
"Selain itu juga kebijakan untuk membentuk Tim Penurunan Harga Gas, kebijakan menyiapkan formula harga gas untuk jangka panjang dan menghilangkan trader gas yang hanya bermodalkan kertas atau tidak memiliki infrastruktur," kata Komaidi, di Jakarta, (18/3/2016).
Komaidi melanjutkan, untuk menunjang kepentingan tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi.
Baca Juga
"Peraturan Menteri ESDM itu untuk menggantikan Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2010 yang dinilai belum mengatur secara komprehensif mengenai tata cara penetapan alokasi gas bumi dan harga gas bumi," ungkapnya.
Namun, baru sekitar empat bulan efektif diberlakukan, Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2015 kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 06 Tahun 2016 mengatur hal yang sama, yang diundangkan pada 25 Februari 2016.
"Pencabutan Permen tersebut atas desakan dan keberatan dari Asosiasi Pedagang Gas Alam Indonesia atau Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA)," tutur Komaidi.
Dari perspektif makro ekonomi, terbitnya kedua Peraturan Menteri ESDM tersebut merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintahan Jokowi-JK jilid I dan II yang salah satu fokusnya meningkatkan daya saing industri nasional.
Perluasan alokasi dan pemanfaatan gas bumi untuk industri yang berbahan baku gas dan industri yang menggunakan gas sebagai bahan bakar menegaskan hal tersebut. Untuk kebijakan lintas sektor, Peraturan Menteri ini secara tidak langsung juga tampak dijadikan jawaban Kementerian ESDM terhadap keluhan Kementerian Perindustrian atas mahalnya harga gas yang harus dibayar oleh sektor industri.
"Dari perspektif keberpihakan, Permen ESDM No.37/2015 lebih mengutamakan kepentingan dalam negeri dengan memberikan prioritas alokasi dan pemanfaatan gas bumi kepada BUMN dan BUMD," terangnya.
Ketentuan mengenai keberpihakan tersebut pada dasarnya merupakan penegasan dari kebijakan sebelumnya. Dalam target strategis kedaulatan energi tahun 2016, Kementerian ESDM menetapkan porsi alokasi gas untuk dalam negeri meningkat dari 53 persen di tahun 2014 menjadi 61 persen pada 2016.
"RPJMN sektor energi juga menargetkan porsi alokasi produksi gas untuk dalam negeri pada tahun 2019 meningkat menjadi 64 persen," tutup Komaidi. (Pew/Gdn)