Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan merevisi mekanisme pungutan tarif progresif penumpukan petikemas kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta yang saat ini bisa mencapai 900 persen. Sikap melunak tersebut dilakukan setelah adanya protes dari pengusaha yang menolak pemberlakuan tarif fantastis itu.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bay M. Hasani mengungkapkan, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Otoritas Pelabuhan untuk menindaklanjuti protes pengusaha atas pengenaan tarif progresif penimbunan petikemas sebesar 900 persen.
"Kami akan perbaiki skemanya. Untuk hari sekarang ini berdasarkan kalender atau tanggal, misalnya kapal dibongkar jam 10 malam, tinggal 2 jam masuk hari berikutnya, dan ini sudah diitung hari kedua, jadi tidak bisa merasakan free charge. Ini akan kita ubah, biarpun 2 jam atau 6 jam diitungnya 24 jam bukan hari kalender," jelasnya saat Konferensi Pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Pengubahan mekanisme pengenaan tarif, sambung Bay, berlaku untuk hari libur. Sebagai contoh, bongkar muat kapal seandainya terjadi di hari Jumat malam, maka hari Sabtu-Minggu diperhitungkan bukan dua hari tapi hanya sehari dalam pentarifannya.
Baca Juga
Alasannya, Bay bilang, walaupun jam operasional Bea Cukai, Badan Karantina, Terminal sudah 24 jam penuh selama 7 hari, namun faktanya belum siap diimplementasikan di lapangan. Dengan begitu, pengguna jasa pelabuhan tidak dapat memanfaatkan fasilitas 24/7 seperti yang sudah ditetapkan.
"Misalnya bongkar muat hari Jumat, Sabtu-Minggu tidak kita hitung harinya. Jadi Seninnya dihitung, sementara sekarang ini masih dihitung dalam pentarifannya. Harga jalan terus, nah ini yang mau dievaluasi sehingga tidak dihitung," jelas Bay.
Otoritas Pelabuhan juga akan mengubah mekanisme tarif progresif karena pemungutannya seharusnya berjenjang atau bertahap. Oleh sebab itu rencananya, Bay mengaku, pihaknya akan mengenakan tarif dasar penimbunan petikemas Rp 27.200 di hari ke-1 per kontainer. Kemudian hari ke-2 dikenakan tarif 500 persen, lalu 750 persen di hari ke-3 dan hari ke-4 diberikan denda membayar Rp 1 juta atau Rp 5 juta per petikemas per hari.
"Kalau sekarang hari ke-1 itu free biaya penumpukan, tapi nanti dibayar tarif dasar lalu bertahap. Hari ke-1 free, ke-2 dipungut 500 persen atau sebesar Rp 135 ribu dan ke-3 baru 750 persen. Skema ini masih digodok ya," terang Bay.
Ia menuturkan, tujuan penetapan tarif progresif 900 persen salah satunya untuk mendukung penurunan bongkar muat kapal atau dwelling time, selain dari pemangkasan aturan dan birokrasi.
"Saat ini dwelling time sudah tinggal 3,5 hari-3,6 hari atau sudah melampaui target Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang minta 4,7 hari. Lalu Pak Presiden minta lagi dwelling time turun tinggal 2-3 hari, jadi kita masih punya pekerjaan besar karena maksimum long stay di pelabuhan 3 hari," jelasnya.
Deputi II Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Agung Kuswandono menegaskan, bahwa pelabuhan bukan sebagai tempat penimbunan barang. Pelabuhan adalah tempat untuk bongkar muat barang, namun selama ini kerap dijadikan tempat penimbunan barang dengan harga murah.
"Kalau ada kontainer yang disiapkan, itu bukan untuk menumpuk barang. Tapi untuk menyiapkan barang kalau masih diproses di bea cukai, karantina, atau operator. Kalau bea cukai sudah memberikan Surat Persetujuan Barang, maka sudah harus keluar barangnya, jangan ditimbun lagi. Katanya mau cepat," jelasnya. (Fik/Gdn)