Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah geram, upaya yang selama ini dilakukan untuk memberantas pencurian ikan terganjal. Langkah penangkapan kapal maling ikan KM KWay Fey 10078 asal Tiongkok dihalang-halangi oleh kapal pengaman atau coast guard asal negeri Tirai Bambu itu.
Pemerintah, mulai dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kesal dan mengajukan protes keras pada pemerintah Tiongkok.
Duta besar China rencananya dipanggil terkait hal ini pada Senin (21/3/2016). Namun sayang, yang bersangkutan tengah berada di Beijing, sehingga pemanggilannya diwakilkan pihak lain.
Susi juga berencana bakal melaporkan hal ini kepada Presiden Joko Widodo. Menurut Susi, kejadian ini berulang dan terakhir kali pernah terjadi di 2013.
1. Kejar-kejaran dengan Satgas Illegal Fishing
Susi menjelaskan, upaya penangkapan kapal pencuri ikan asal Tiongkok tersebut diwarnai aksi kejar-kejaran dengan satuan tugas anti illegal fishing pada Sabtu malam lalu.
Advertisement
Penangkapan dilakukan Kapal Perikanan (KP) Hiu 11. "Ini adalah pengulangan. Di 2013 sempat terjadi," ujar Susi kemarin.
Dalam kronologi yang disampaikan Susi, dua kapal coast guard Tiongkok berusaha mati-matian melindungi kapal pencuri ikan Kway Fey yang sudah kedapatan berada di teritori laut Indonesia.
Satu kapal coast guard dengan kecepatan tinggi 25 knots, mengejar pengawalan KP Hiu 11 ketika mengamankan Kway Fey. Kapal berbobot lebih dari 1.000 GT itu Tiongkok itu dengan sengaja menabrak kapal Kway Fey dengan tujuan tertentu.
"Kapal coast guard Tiongkok menabrak kapal tangkapan supaya tidak ditenggelamkan Indonesia. Dan pemerintah Tiongkok tidak berkenan kapalnya ditenggelamkan," ujar Susi.
Meskipun awak kapal pengawas Hiu 11 berhasil menangkap 8 Anak Buah Kapal (ABK) Kway Fey, namun harus menyerah pada kapal coast guard yang mempunyai bobot lebih besar dan persenjataan lengkap.‎
Lebih jauh dia menjelaskan, kapal coast guard China kerap kali membekingi kapal pencuri ikan di laut Indonesia. Hal ini membuat Susi geram atas perlakuan semena-mena China.
Pemerintah Marah
Menteri Susi Pudjiastuti geram dengan upaya kapal coast guard Tiongkok berupaya melindungi kapal pencuri ikan yang berada di perairan Zona ekonomi Eksklusif milik Indonesia itu.
Susi menilai, pemerintah Tiongkok tidak rela jika kapal asal negara mereka ditenggelamkan pemerintah Indonesia karena kedapatan mencuri ikan di teritori tanah air.
"Kapal coast guard Tiongkok menabrak kapal tangkapan supaya tidak ditenggelamkan Indonesia. Dan pemerintah Tiongkok tidak berkenan kapalnya ditenggelamkan," ujar Susi.
Pemerintah kemudian memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia. Namun yang bersangkutan tengah berada di Beijing. Akhirnya, protes disampaikan pada Kuasa Usaha Sementara Tiongkok di Jakarta, Sun Wei Dei.
Selain Susi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga kesal dengan hal ini. Dia melancarkan portes keras pada Tiongkok.
Protes pertama, lanjut Retno, adalah Coast Guard Tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah zona ekonomi ekslusif (ZEE) dan landas kontingen.
"Protes kedua adalah pelanggaran Coast Guard Tiongkok terhadap penegakan hukum yang dilakukan terhadap aparat indonesia pada ZEE dan landas kontingen," tutur dia.
Retno juga menambahkan protes ketiga adalah pelanggaran yang juga dilakukan Coast Guard Tiongkok pada kedaulatan Laut Teritorial Indonesia.
Indonesia pun meminta klarifikasi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Coast Guard Tiongkok. Retno menegaskan hubungan bernegara yang baik harus mengedepankan prinsip hukum internasional termasuk United Nation Convention on The Law of The Sea (Unclos) 1982 yang harus dihormati.
"Terakhir saya sampaikan penekanan bahwa indonesia bukan merupakan claimant state di Laut Tiongkok State," tandas Retno.‎
Minta 8 ABK Dibebaskan
Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta angkat bicara terkait penangkapan 8 anak buah kapal asal negaranya oleh Otoritas Indonesia. Pemerintah Negeri Tirai Bambu meminta pemerintah segera membebaskan seluruh warganya tersebut.
"Delapan anak buah kapal Tiongkok ditangkap oleh pihak Indonesia. Segera setelah menerima informasi tersebut, pihak TiongkoK langsung mendesak pihak Indonesia agar membebaskan ABK Tiongkok," sebut keterangan resmi Kedutaan Besar Tiongkok.
Tidak hanya meminta pelepasan, pihak Tiongkok juga menuntut agar pemerintah menjamin keamanan seluruh ABK, tanpa terkecuali.
Menurut mereka penangkapan ABK Kway Fey 10078 tak sepatutnya dilakukan. Sebab kapal tersebut menjala ikan di perairan China bukan di Natuna.
"Pihak Tiongkok sudah mengetahui laporan bersangkutan. Tempat kejadian berada di perairan perikanan tradisional Tiongkok. Kapal ikan Tiongkok dikejar oleh kapal bersenjata Indonesia waktu beroperasi normal," sambung keterangan pers tersebut.
Terkait hal ini, China juga mendesak agar permasalahan beda persepsi di mana kapal tersebut menangkap ikan segera diselesaikan. Penyelesaian yang dinginkan China adalah lewat jalur diplomatik.
"Pihak Tiongkok mengharapkan pihak Indonesia menangani isu terkait secara seksama mengingat hubungan bilateral yang mesra antara Tiongkok dan Indonesia pada saat ini," jelas mereka.
"Dalam hal beda pendapat di bidang perikanan, diharapkan kedua pihak dapat mengadakan komunikasi melalui jalur diplomat," paparnya.
Dunia Tak Akui Traditional Fishing Zone Tiongkok
Salah satu pembelaan yang disampaikan pihak Tiongkok melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia adalah kapal mereka tengah beroperassi normal menjala ikan di perairan Traditional Fishing Zone Tiongkok, bukan di perairan Natuna.
Mereka mengaku saat beroperasi biasa, tiba-tiba kapalnya didatangi oleh kapak bersenjata Indonesia.
Menteri Susi kembali merespons apa yang dikemukakan oleh pihak Tiongkok tersebut. Menurutnya, traditional fishing zone yang diklaim Tiongkok tersebut tak diakui dunia.
Traditional fishing zone tidak di-recognize (diakui) di perjanjian apapun. Apa yang diklaim pemerintah Tiongkok sebagai traditional fishing zone itu hanya diakui sepihak, tidak diakui dunia. Yang diratifikasi oleh semua negara tradisional fishing right. Jadi traditional fishing zone itu tidak ada. International community hanya me-recognize traditional fishing right itu pun harus disetujui dua atau lebih negara," jelas dia.
Susi menyatakan, Indonesia hanya membuat perjanjian soal wilayah penangkapan ikan tersebut dengan Malaysia. Dengan demikian, apa yang diklaim oleh Tiongkok tersebut dianggap tidak memiliki dasar yang kuat.
"Indonesia hanya punya perjanjian dengan Malaysia. Itu pun hanya untuk one designated area. Zona ekonomi eksklusif (ZEE) itu mutlak dalam wilayah Indonesia. Tradisional fishing zone, tidak ada istilah itu. Jadi Tiongkok tidak betul dan tidak berdasar," ujar dia.
Susi juga membantah, satuan tuga illegal fishing menembaki kapal Tiongkok dalam upaya penangkapannya. (Zul/Gdn)