Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta Kementerian Keuangan menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pengusaha batu bara. Saat ini ada perlakuan yang berbeda-beda terkait restitusi PPN.Â
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala mengatakan, ‎ ada ketidaksamaan dalam penerapan pungutan PPN pada perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), khususnya pada PKP2B generasi ketiga. Hal tersebut telah menjadi temuan BPK dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2014.
"Di PKP2B generasi I tidak dikenakan PPN, Generasi II prevailing, Generasi III kembali berubah lagi, di situ sudah ada PPN karena lahir 1997-2000 batu bara barang kena pajak," kata Supriatna, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Baca Juga
Supriatna menginginkan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengikuti rekomendasi BPK,‎ yaitu membuat penegasan terkait perlakukan pengenaan PPN pada PKP2B generasi ketiga.
"Sesuai rekomendasi BPK. Kami minta segera diterbitkan surat edaran penafsiran PPN dari Menteri Keuangan,"‎ ungkap dia.
APBI pun menginginkan adanya keadilan dalam mekanisme restitusi PPN dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Pasalnya, perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) generasi III mendapat perlakuan restitusi PPN yang berbeda-beda.
"Perbedaan perlakuan ini tidak adil dan jelas melanggar konstitusi. Diskriminasi seperti ini juga berdampak ketidakpastian usaha," jelas dia.
Supriatna mengungkapkan, sesuai dengan PKP2B generasi III, kontrak berstatus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) karena batu bara termasuk ke dalam barang kena pajak (BKP), sehingga wajib menyetorkan pajak kepada negara termasuk PPN. Oleh karena itu, kontraktor tambang berhak atas restitusi PPN jika terjadi kelebihan bayar.
Namun, Ditjen Pajak berpegang pada Undang-Undang PPN pada 2009 yang menyatakan bahwa batu bara bukan termasuk ke dalam Barang Kena Pajak (BKP) karena batu bara adalah barang yang diambil dari sumbernya.
"Akibatnya, ketika kontraktor tambang ingin mengklaim restitusi PPN, Ditjen Pajak tidak dapat mencairkan restitusi tersebut, karena berpegang pada rezim pajak berdasarkan UU PPN 2009," tutup dia. (Pew/Gdn)