Sukses

Lindungi Pengusaha, RI Diminta Adopsi Aturan E-Commerce Ini

Kebijakan tersebut berguna sebagai filter untuk mencegah user nakal melakukan kegiatan merusak di bisnis e-commerce.

Liputan6.com, Jakarta - Perdagangan online (e-commerce) di Indonesia terus berkembang seiring kemajuan teknologi serta meningkatnya kebutuhan masyarakat. Namun, tak dapat dipungkiri jika perkembangan bisnis e-commerce juga diwarnai praktik tidak sehat.

Salah satunya dengan merusak reputasi pesaing dengan mengunggah komentar negatif ataupun melakukan pemesanan fiktif.

Ketua Dewan Pengawas Indonesia E-Commerce Association (idEA) William Tanuwijaya mengatakan pemerintah bisa mengeluarkan peraturan dengan mengadopsi Safe Harbour Policy guna melindungi pemain usaha e-commerce. Safe Harbour Policy sendiri muncul di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1998. Kebijakan tersebut berguna sebagai filter untuk mencegah user nakal melakukan kegiatan merusak.

Dia mencontohkan, beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan adanya iklan penjualan bayi di salah satu toko online Indonesia. Masyarakat pun bereaksi dan mengancam e-commerce tersebut untuk segera dihukum. Dengan Safe Harbour Policy, jika ada oknum mengunggah konten yang mengganggu, maka oknum tersebut yang mendapat sanksi.


“Demikian pula dengan kejadian penjualan bayi tersebut. Harus ditelusuri siapa yang mengunggah dan berikan sanksi kepada pengunggah tersebut. Bisa saja itu dilakukan oleh kompetitor,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (25/3/2016).

Dia mengatakan kebijakan tersebut penting untuk diterapkan. Pasalnya pelaku e-commerce yang melakukan persaingan tidak sehat akan melemahkan industri e-commerce Indonesia.Terlebih, dia mengatakan internet merupakan dunia yang terbuka dan setiap orang bisa mengunggah apa saja.

"Internet itu merupakan dunia yang sangat luas dan terbuka. Siapa saja bisa mengunggah konten apa pun, termasuk konten negatif, dengan maksud merusak reputasi lawan," ungkap dia.

Sebagai informasi, nilai transaksi e-commerce di Indonesia tahun lalu mencapai US$ 3,56 miliar dengan jumlah konsumen 7,4 juta orang.Tahun ini nilai transaksi diperkirakan e-commerce US$ 4,89 miliar dengan konsumen 8,7 juta orang.

Meski kebijakan ini belum hadir di Indonesia, William mengatakan kebijakan tersebut sudah dilakukan anggota asosiasi e-commerce Indonesia.

"Aturan-aturan yang ada di Tokopedia sudah menerapkan kebijakan ini karena telah terbukti efektif melindungi e-commerce di Amerika Serikat dan negara maju lainnya,” dia menegaskan. (Amd/Nrm)