Sukses

Jika Efisien, Bank Bakal Dapat Insentif dari OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan insentif bagi bank yang mampu menjalankan bisnisnya dengan efisien.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan insentif bagi bank yang mampu menjalankan bisnisnya dengan efisien. Aturan pemberian insentif tersebut sedang dalam tahap finalisasi dan diperkirakan bakal keluar pada pekan depan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, insentif akan diberikan kepada bank yang efisien. Bank yang efisien dihitung berdasarkan kolaborasi antara rasio Biaya Operasional dibanding Pendapatan Operasional (BOPO) dengan selisih bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) yang rendah.

Bank yang mampu menurunkan rasio BOPO dan NIM besar maka akan mendapat insentif yang besar pula. Sebaliknya, jika bank tak mampu melakukan efisiensi maka bank tersebut tidak akan mendapat insentif.

"Jadi semuanya nanti diplot, Kami akan buat aturan kalau misalnya 1 bank mampu mengurangi NIM-nya,BOPO-nya sehingga itu bank lebih efisien maka dia dapat insentif. Itu nanti ada detailnya terlalu rumit nanti karena ada hitungan," ujarnya, seperti ditulis Rabu (30/3/2016).

Muliaman mengatakan, insentif yang diberikan terbagi menjadi dua jenis, yakni regulasi dan non-regulasi. Dari segi regulasi, pihaknya akan memberi kemudahan membuka kantor cabang. "Pokoknya penyederhanaan kemudahan dan lain sebagainya," ia menambahkan.

Untuk non-regulasi, OJK akan memberikan kemudahan seperti pemberian insentif pelatihan, pendidikan dan sebagainya. Muliaman menyatakan masih merinci secara detail kemudahan tersebut. "Tapi intinya adalah perpaduan antara ini sama ini (NIM dan BOPO) terkait pemberian insentif," tukas dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berharap perbankan mengatur keuangannya dengan baik terutama untuk kelebihan biaya (over head cost) seperti biaya karyawan dan infrastruktur. Hal tersebut dilakukan supaya bunga turun lantaran inflasi yang ada saat ini relatif rendah. 

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, over head cost perbankan relatif tinggi jika dibanding dengan negara lain. "Komponen over head perbankan Indonesia, jauh lebih tinggi dibanding negara tetangga. Itulah kenapa over head cost tidak efisien. Kalau pakai ukuran BOPO di level 70-80 persen, negara lain 40 persenan setengahnya," kata dia. 

Mirza menerangkan, ‎biaya dana perbankan Indonesia relatif tinggi karena sebelum 2015 inflasi Indonesia mencapai 8,3 - 8,4 persen. Hal itu membuat deposan atau penyimpan uang di bank meminta bunga dana lebih tinggi dari inflasi. (Amd/Gdn)

Video Terkini