Sukses

Triawan: Harus Ada Kemudahan Pajak bagi Pelaku Ekonomi Kreatif

Industri ekonomi kreatif berpotensi besar menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Malang Industri ekonomi kreatif berpotensi besar menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia. Harmonisasi antar kementerian bakal memudahkan perluasan produk kreatif Indonesia ke pasar domestik maupun luar negeri.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf, mengatakan harmonisasi antar departemen dan kementerian harus ada agar tak menyulitkan pelaku ekonomi kreatif dalam negeri.

“Kementerian jangan jalan sendiri–sendiri. Serta harus ada kemudahan pajak untuk para pelaku ekonomi kreatif, terutama yang masih pemula dan butuh modal,” kata Triawan di Malang, Jawa Timur, ditulis Jumat (1/4/2016).

 



Selama lima tahun ke depan, kata dia, yang diprioritaskan adalah membangun dasar dan pondasi industri ini. Mulai dari regulasi hingga koordinasi antar kementerian yang mempercepat pertumbuhan industri kreatif di Indonesia.

“Nilai ekspor ekonomi kreatif dunia itu dua kali nilai ekspor minyak OPEC. Indonesia masih kecil, kita terlambat. Berbagai pondasi untuk mempercepat itu yang harus disiapkan,” ujar Triawan.

Ayah dari penyanyi Sherina Munaf ini menambahkan, peluang sektor ekonomi kreatif di Indonesia masih terbuka lebar. Bahkan, sektor ini dapat mengalahkan penerimaan di sektor minyak dan gas.

Bekraf sendiri telah merumuskan sebanyak 16 subsektor industri kreatif untuk dikembangkan dalam rangka menopang perekonomian nasional. Subsektor itu antara lain aplikasi dan pengembangan game, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi video, fotografi, kriya atau kerajinan, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio.

Ekonomi kreatif telah menyumbang Rp 642 triliun atau 7,05 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia dalam setahun terakhir. Bekraf menargetkan kontribusi ekonomi kreatif bisa meningkat hingga 12 persen di akhir pemerintahan Jokowi pada 2019. (Zainul Arifin/Zul)