Sukses

Data Diintip, Nasabah Dapat Puasa Belanja Pakai Kartu Kredit

Perbankan dinilai khawatir bila warga kurangi transaksi pemakaian kartu kredit bila Ditjen Pajak dapat intip data kartu kredit.

Liputan6.com, Jakarta - Jika Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mendapat keuntungan dari membuka data kartu kredit nasabah, perbankan justru mengkhawatirkan terjadinya penutupan besar-besaran kepemilikan kartu kredit. Nasabah pun diperkirakan menahan belanja atau konsumsi dengan kartu kredit.

"Bisa jadi membuat orang takut belanja, akhirnya menurunkan transaksi penggunaan kartu kredit. Dampak lain yang lebih dahsyat nasabah bisa menutup rekeningnya," tegas Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia, Ruston Tambunan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (1/4/2016).

Ruston menilai, nasabah sangat mungkin 'puasa' menggunakan kartu kredit dan beralih bertransaksi belanja melalui kartu debit. Kartu debit dapat dipakai untuk bertransaksi tunai, termasuk belanja. Dananya berasal dari simpanan tabungan, bukan utang seperti kartu kredit.

 

"Mungkin dia puasa dulu menggunakan kartu kredit. Orang yang punya uang tinggal pakai debit, nah debit dari uang tabungan, itu masuk kategori simpanan yang menjadi rahasia bank. Justru orang yang punya kartu kredit itu orang yang punya uang, bukan mau ngutang," kata dia.  

Ia menuturkan, inilah yang dikhawatirkan perbankan. Namun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2016 terkait kewajiban perbankan menyerahkan data kartu kredit ke Ditjen Pajak perlu dikaji ulang jika menimbulkan kegaduhan.

"Kekhawatiran perbankan memang bisa sampai ke arah sana, tapi ini belum tahu. Kalau aturan ini bikin kegaduhan secara nasional, perlu ditinjau ulang. Ditjen Pajak pikirkan cara lain yang tidak menimbulkan chaos ke perbankan," ujar Ruston.

Tidak Melanggar UU Perbankan

Dalam Undang-undang (UU) Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan yang menyangkut rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah menyimpan dan simpanannya. Simpanan perbankan antara lain tabungan, deposito, dan giro.

Rahasia bank dinyatakan bank wajib merahasiakan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali untuk kepentingan pajak, kepentingan peradilan, serta dalam rangka tukar menukar informasi antar bank. Tentunya tetap harus melalui prosedur dan berkoordinasi dengan regulator perbankan.  

"Jadi yang dirahasiakan itu data dan besaran simpanan nasabah. Di luar itu, termasuk besaran pinjaman dan kartu kredit ini tidak termasuk rahasia. Jadi PMK Nomor 39 dimungkinkan untuk meminta data kartu kredit," tutur Ruston.  

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan. Pasalnya, sebanyak 23 bank wajib menyerahkan data dan informasi kartu kredit nasabahnya kepada Ditjen Pajak.

"Dengan OJK kita sudah intens, tapi dengan Bank Indonesia (BI) apa urusannya. Dengan OJK, kita sudah setengah tahun diskusinya. Itu zamannya Pak Sigit masih jadi Dirjen Pajak sudah dibahas," ucap Bambang.

Bambang optimistis, peraturan tersebut tidak akan lagi terganjal Undang-undang (UU) Perbankan seperti aturan sebelumnya. Seperti diketahui, pada tahun lalu, pemerintah menerbitkan peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Nomor PER-01/PJ/2015 yang terbit 26 Januari 2015 tentang pemotongan pajak deposito dan tabungan.

Dalam aturan tersebut, perbankan wajib melaporkan data bukti potong Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) deposito nasabah kepada DJP.

Ketika itu kontra muncul dari kalangan perbankan maupun nasabah karena dianggap melanggar UU Perbankan. Sehingga pemerintah menunda pelaksanaannya sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

"Ya tidak lah (dicabut). Ngapain dicabut-cabut, apa yang dilanggar. Nanti OJK yang akan menyampaikan ke bank," tegas Bambang. (Fik/Ahm)

  • Kartu kredit adalah salah satu instrumen utang yang dikeluarkan oleh pihak bank serta memiliki nilai peminjaman yang harus dikembalikan.

    Kartu Kredit