Liputan6.com, Jakarta - Dua negara di Asia, Korea Selatan dan Tiongkok menjadi negara yang paling agresif untuk berinvestasi industri farmasi di‎ Indonesia. Bahkan mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat farmasi di ASEAN.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengungkapkan, dari hasil kunjungannya ke beberapa negara di Asia, dua negara tersebut yang diperkirakan akan mendominasi investasi asing di sektor farmasi.
"Setelah adanya revisi DNI, industri farmasi kita menjadi menarik, Tiongkok dan Korea, mereka melihat Indonesia sebagai hub ASEAN di industri ini," kata Franky saat berbincang dengan wartawan, Sabtu (2/4/2016).
Keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat farmasi ASEAN, dikatakan Franky didasari oleh dua alasan. Pertama, dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa, dan adanya porgram BPJS Kesehatan, menjadikan adanya kepastian pasar farmasi.
Kedua, bersamaan dengan memenuhi kebutuhan obat-obatan di Indonesia, para investor tersebut juga bisa melakukan ekspor obat mengingat adanya komitmen Presiden Jokowi dalam memangkas biaya logistik dan penyederhanaan perizinan.
Baca Juga
"Umumnya mereka lebih nyaman ingin join venture dengan yang eksisting dalam negeri, tapi ada yang langsung juga," tambah Franky.
Tak hanya Korea dan Tiongkok, Franky mengaku ada beberapa negara lain selain Asia yang ingin berinvestasi di sektor farmasi, hanya saja jumlahnya tidak terlalu besar. Inggris dan Amerika Serikat menjadi dua negara lain yang sudah menyatakan komitmennya untuk meningkatkan investasi untuk sektor farmasi di Indonesia.
Untuk diketahui, sektor farmasi mencatatkan pertumbuhan komitmen investasi hingga 118 persen, mencapai Rp 6,5 triliun pada 2015 dari posisi 2014 sebesar Rp 3 triliun.
Jumlah tersebut diperoleh dari kontribusi penanaman modal asing (PMA) sebesar US$ 105,8 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun (estimasi kurs 13.900 per dolar AS) dan dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 5,1 triliun.
Farmasi juga termasuk dalam sektor yang diharapkan dapat berkembang, ditandai dengan langkah pemerintah untuk merevisi bidang usaha di sektor tersebut menjadi lebih terbuka.
Distribusi komitmen investasi yang dicatatkan dari sektor farmasi didominasi Provinsi Jawa Barat dengan 15 proyek senilai Rp 5,4 triliun dan rencana penyerapan tenaga kerja sebesar 2.385 tenaga kerja.
Kemudian Provinsi Jawa Timur sebanyak 2 proyek senilai Rp 588 miliar dan jumlah serapan pekerja 287 orang. Jawa Tengah dengan 1 proyek senilai Rp 300 miliar dan jumlah tenaga kerja 500 orang.
Provinsi Banten sebanyak 2 proyek sebesar Rp 102 miliar dan rencana penyerapan tenaga kerja 190 orang. Ditambah DKI Jakarta dengan 2 proyek senilai Rp 60 miliar dengan tenaga kerja 461 orang. (Yas/Gdn)