Liputan6.com, Jakarta - DPR menyetujui Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Aturan ini menjadi landasan pemerintah dan industri perbankan dalam menghadapi krisis atau diambang kebangkrutan.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti menjelaskan, dalam UU yang baru ini kewenangan LPS meningkat. Sebelumnya, LPS hanya mengambil alih perbankan yang gagal dengan modal premi yang selama ini disetor.
"Peran LPS di PPKSK menjadi cukup penting saat krisis atau bank mengalami masalah sistem keuangan.‎ Jadi LPS bisa memiliki kewenangan penuh. Bahkan kali ini LPS bisa cari pinjaman, bisa terbitkan bond," kata Destry di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Baca Juga
‎Selain itu, untuk menangani perbankan yang non sistemik, atau rasio kecukupan modal yang tidak ideal, LPS mendapat kewenangan untuk menaikkan premi perbankan yang bersangkutan.
Selama ini premi yang harus dibayarkan perbankan kepada LPS untuk menjamin para dana nasabah adalah 0,2 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Hanya saja peningkatan besaran premi ini masih dalam pembahasan.
"Kalau untuk hal itu, masih akan kita bahas nantinya dengan beberapa otoritas terkait seperti salah satunya OJK. Yang pasti ini untuk menjamin kelangsungan bisnis," tegas Destry.
‎Seperti diketahui, dalam penanganan bank gagal, LPS memiliki tiga opsi. Langkah pertama yaitu LPS diperkenankan melakukan skema purchase and assumption.
Melalui skema ini, nantinya jika ditetapkan ada bank yang gagal dan diputuskan harus diselamatkan, maka aset dan kewajiban dengan status hukum yang paling kuat milik bank tersebut harus dikeluarkan dari bank yang gagal tersebut.‎
Kedua, jika nantinya aset tersebut sepi pembeli akibat kondisi pasar keuangan tidak dalam kondisi yang baik, maka LPS bisa melakukan cara lain yaitu aset dan kewajiban milik bank gagal tersebut akan ditampung sementara oleh bank perantara (bridge bank) yang dikelola LPS.
Advertisement
Pembentukan bank perantara tersebut nantinya akan diatur dalam bentuk peraturan turunan berupa peraturan LPS.
Langkah ketiga, LPS diperkenankan menerbitkan surat utang (obligasi) yang dananya bisa digunakan untuk menginjeksi permodalan bank yang dianggap tidak mampu melakukan bail in. (Yas/nrm)