Liputan6.com, Jakarta - Firma hukum yang berbasis di Panama Mossack Fonseca merilis nama sejumlah negara yang diduga menjadi tujuan para orang kaya dunia menyembunyikan uangnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menyatakan, sebenarnya selama ini DJP telah memiliki data yang lebih akurat terkait dengan pengemplang pajak dan negara tujuannya. Data tersebut langsung berasal dari negara-negara G-20 di mana Indonesia juga termasuk di dalamnya.
"Kami peroleh data itu bukan dari Panama Papers. Kita peroleh data dari tax authority atau dirjen pajak di negara-negara G-20. Jadi data kita lebih resmi," jelas dia di Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Baca Juga
Namun, Ken menyatakan DJP tetap akan menjadikan Panama Papers ini sebagai salah satu referensi dalam upaya menelusuri harga kekayaan para pengemplang pajak di dalam negeri.
"Referensi dong, bagi kita referensi data itu. Panama Papers sebagai cross check saja. Tapi yang jelas data saya mungkin lebih resmi ya dari mereka. Mereka kan dari media massa, tapi tetap saya cek," lanjut dia.
Meski demikian, Ken menyatakan tidak akan sepenuhnya mempercayai data yang diungkap dalam Panama Papers. Alasannya, DJP memiliki metode sendiri untuk mengecek kebenaran terkait wajib pajak.
"Kita lihat dong, SPT kan baru masuk nih, saya cek. Kalau SPT-nya nggak sama dengan asetnya yang belum dilaporin, ya pasti saya panggil. (Panama Papers bukan patokan) Bukan, sebelum Panama kita sudah punya, saya dah punya," tandas dia.
Panama Papers merupakan bocoran 11,5 juta dokumen dari pusat data firma hukum Mossack Fonseca yang bermarkas di Panama.
Bocoran tersebut didapatkan surat kabar Jerman, Süddeutsche Zeitung, yang membagikan data-data tersebut dengan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ).
Dokumen itu memberi gambaran bagaimana para orang kaya dunia melakukan pencucian uang dan menghindari pajak atau sanksi internasional.(Dny/Nrm)
Advertisement