Sukses

Beban Ahli Perencana Lebih Berat di Era Pasar Bebas ASEAN

Seorang perencana haruslah mereka yang memiliki mimpi (dream) dan visi ke depan melebihi zamannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat tanggung jawab moral para ahli perencana (planner) dinilai semakin berat. Sebab itu Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) memiliki peran strategis untuk mempersiapkan profesional perencana di Indonesia menjadi bagian dari pasar bebas Asean.

Ini diungkapkan Ketua Umum DPP IAP, Bernardus Djonoputro. Berdasarkan Index Kenyamanan atau Indonesian Most Livable City Index yang dilansir IAP pada 2014 terungkap bahwa hampir 50 persen warga kota di Indonesia menganggap kotanya tidak nyaman.

Dengan lebih dari 25 kota bertumbuh menjadi kota dengan lebih dari satu juta penduduk. “Ini menjadi tantangan dan tanggungjawab bersama yang perlu diantisipasi IAP,” ungkap Bernardus, Rabu (6/4/2016).

Sayangnya, di tengah persaingan tersebut, ungkap dia, sistem penataan ruang nasional justru masuk ke dalam masa paling kritis. Salah satu dengan munculnya Perpres No 3/2016 dan Surat Edaran Menteri Koordinator Perekonomian No 163/2015  yang meminta rencana tata ruang untuk menyesuaikan diri dengan arah, bentuk, dan pola kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan pemerintah. Hal itu sangat aneh dan di luar koridor cara berpikir merencana.


Menurut Bernardus, percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing harus di dukung, tetapi bukan dengan prosedur potong kompas dan mengabaikan rencana tata ruang itu sendiri. 

Sejatinya, rencana tata ruang adalah produk hasil proses bottom-up dan kesepakatan multi stakeholder yang harus dipatuhi oleh semua stakeholder pembangunan termasuk pemerintah.

“Apabila pemerintah membutuhkan penyesuaian rencana tata ruang, maka aturan mainnya perlu disempurnakan dulu yakni UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Bukan justru mengeluarkan aturan yang mengesankan rencana tata ruang sebagai penghambat investasi,” tegas Bernardus.

Para ahli perencana (planner) juga dinilai memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan wajah sebuah kota atau kawasan pengembangan yang layak dihuni hingga beberapa generasi mendatang. Karena itu, perencanaan haruslah mampu mengantisipasi jauh ke depan melebihi usia hidup sang planner.

Wakil Ketua DPP IAP Soelaeman Soemawinata menyamakan seorang planner dengan Dewa Zeus, yakni raja para dewa dalam mitologi Yunani yang memiliki kuasa segala bagi kehidupan di langit dan bumi. Sehingga apa yang diwarnakan hari ini akan berpengaruh di masa depan.

Misalnya saat ini perencana membuat garis ke kiri, maka nanti orang akan membangun ke kiri. Demikian juga kalau digaris ke kanan, orang akan ikut ke kanan. Begitu besarnya pengaruh karya perencana, sehingga kalau suatu saat ternyata terjadi kesalahan, maka hal itu akan menjadi dosa selamanya.

“Hasil dari sebuah perencanaan baru akan terjadi 50 tahun hingga 100 tahun mendatang. Artinya baru dapat dirasakan baik atau buruknya nanti oleh anak cucu kita. Jadi betapa berat (bebannya) kalau kita membuat sesuatu yang salah, karena itu akan menyebabkan kesusahan bagi generasi penerus,” ungkap Soelaeman yang juga Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Banten tersebut.

Oleh karena itu, seorang perencana haruslah mereka yang memiliki mimpi (dream) dan visi ke depan melebihi zamannya.

Soelaeman memberi contoh kawasan Serpong di Tangerang yang ketika dibangun pada 1990-an tidak pernah disangka setelah 30-40 tahun kemudian menjelma menjadi salah satu kota penyangga terpenting dan paling sibuk di sekitar Jakarta.

Bahkan pertumbuhan ekonomi di kawasan seluas sekitar 10 ribu hektare itu pernah mencapai kenaikan luar biasa hingga 60 persen per tahun pasca krisis moneter.

Demikian juga kawasan Alam Sutera seluas 1.000 hektare, yang di awal pengembangan hanya disiapkan sebagai dormitory atau tempat tinggal bagi mereka yang bekerja di Jakarta. Semula di situ hanya akan dibangun rumah-rumah, namun setelah 15 tahun dibangun justru menunjukkan dinamika perubahan menjadi pusat komersial dan aktivitas bisnis paling maju di Serpong.

Oleh karena itu, sisi value (nilai) tambah perlu dipikirkan sejak awal satu pengembangan kawasan dilakukan.

“Kalau di awal tidak direncanakan secara komprehensif dengan visi yang melebihi zaman, maka mungkin jalan-jalan di Alam Sutera saat ini tidak akan mampu mengantisipasi perkembangan kota. Itu tentu akan menjadi persoalan serius bagi generasi saat ini yang tinggal di sana,” papar Komisaris PT Alfa Goldland Realty, induk usaha pengembang kawasan skala kota Alam Sutera di Serpong, Tangerang tersebut.(Muhammad Rinaldi/nrm)


Video Terkini