Sukses

Kebijakan Kemasan Polos Rokok Bikin Ekspor Tembakau Makin Lesu

Saat ini lebih dari 10 negara sedang mempertimbangkan kebijakan kemasan polos.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menyatakan nilai ekspor tembakau dan produk tembakau Indonesia mengalami penurunan pada tahun lalu. Penurunan ini terjadi untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir.

Dia menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, penurunan ekspor tembakau dan produk tembakau tercatat sebesar 4 persen pada tahun lalu. Jika pada 2014 nilai ekspor kedua komoditas tersebut mencapai US$ 1,025 miliar, pada 2015 mengalami penurunan menjadi US$ 981 juta.

Menurut Muhaimin, salah satu pemicu penurunan ekspor ini adalah melambatnya perdagangan dunia. Namun dirinya khawatir penurunan tersebut akan semakin tajam mengingat pemberlakuan kebijakan eksperimental kemasan polos tanpa merek (plain packaging) di Australia.

"Ini berpotensi menggerus daya saing industri hasil tembakau (IHT) Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (6/4/2016).

Muhaimin menyatakan, dirinya khawatir kebijakan kemasan polos yang diberlakukan di Australia akan diikuti oleh negara-negara lain. Pada 2016, sejumlah negara menyatakan akan turut menerapkan kebijakan serupa, antara lain Irlandia, Inggris Raya, dan Perancis.

"Saat ini lebih dari 10 negara sedang mempertimbangkan kebijakan kemasan polos, termasuk negara tetangga di Asia seperti Singapura dan Thailand. Hal ini dipastikan akan semakin menutup akses pasar ekspor produk tembakau Indonesia, yang merupakan produsen-eksportir produk tembakau pabrikan terbesar kedua di dunia," kata dia.

Dia mengungkapkan, pemerintah Singapura baru-baru ini juga telah mengadakan konsultasi publik terkait wacana penerapan kebijakan kemasan polos. Gaprindo sebagai perwakilan salah satu unsur pemangku kepentingan IHT di Indonesia, telah menyampaikan surat keberatannya atas kebijakan eksesif tersebut.

"Kami berharap pemerintah Singapura sungguh-sungguh mempertimbangkan masukan dari Indonesia sebagai negara sahabat terdekatnya, dan tidak mengulangi kesalahan pemerintah Australia," tandas dia. (Dny/Gdn)