Sukses

Tak Bayar Pajak, Kemenkeu Periksa Facebook hingga Google

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai memeriksa secara khusus empat jaringan perusahaan internet raksasa dunia yang berbasis di Singapura

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai memeriksa secara khusus empat jaringan perusahaan internet raksasa dunia yang berbasis di Singapura. Empat unit usaha yang beroperasi di Tanah Air ini terindikasi mengemplang pajak, antara lain Twitter Asia Pacific PTE LTD, PT Google Indonesia, Facebook Singapore PTE LTD dan PT Yahoo Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, banyak sekali perusahaan asing di Indonesia yang tidak pernah menyetor pajak dengan segala macam dalih, salah satunya tidak mendaftarkan diri sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT).

"Tidak melaporkan usahanya sebagai BUT untuk menghindari penghasilan kantor pusat di luar negeri ditarik menjadi penghasilan di negara sumber, dalam hal ini penghasilan yang diperoleh di Indonesia," tegasnya dalam Konferensi Pers di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rau (6/4/2016).

 

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, Google, Yahoo, Facebook dan Twitter begitu banyak meraup pundi-pundi uang atau omzet dari jasa periklanan di Indonesia. Empat unit usaha tersebut merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan yang berbasis di Singapura.

"Seharusnya mereka membayar pajak di Indonesia atas penghasilan badan yang diperoleh. Hampir seluruh jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambangan Nilai (PPN) termasuk PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak luar negeri," ucapnya.

Sementara Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus Ditjen Pajak Muhammad Hanif menyebut, mereka tidak memenuhi ketentuan membayar pajak. Meski ada jenis pajak yang mereka bayarkan.

"Google, Facebook, Twitter dan Yahoo bayar pajak, tapi cuma PPh Pasal 21 dan 23 untuk orang lain, seperti karyawannya. Tapi untuk PPh Badan, tidak bayar sama sekali," tegas Hanif.

Sayangnya ketika dikonfirmasi mengenai potensi pajak yang selama ini harus dibayarkan dari 4 perusahaan tersebut, Hanif belum menghitungnya.

"Belum bisa dihitung berapa jasa iklannya yang selama ini masuk dan pajaknya. Sekarang kita sedang meneliti dan memeriksa atas kewajiban perpajakan mereka," katanya.