Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 3 juta menjadi Rp 4,5 juta per bulan diapresiasi oleh pengusaha. Hanya saja pengusaha meminta gaji yang dibebaskan dari pajak harusnya lebih besar di batas minimum Rp 6 juta per bulan.
Chairman Garuda Food Group, Sudhamek AWS, ditemui saat diskusi yang diselenggarakan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), ‎mengungkapkan, kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan batas PTKP tahun ini sangat bijaksana. Pengusaha dan karyawan akan sama-sama merasakan untung dari kenaikan PTKP tersebut.
"Buat pengusaha tidak ada masalah, itu malah baik. Karena selama ini kan Pajak Penghasilan (PPh) yang memikul pengusaha, jadi kalau PTKP dinaikkan beban pengusaha tidak bertambah, dan buat karyawan bagus untuk meningkatkan daya beli," kata anggota KEIN itu di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (6/4/2016).
Baca Juga
Pemerintah merencanakan kebijakan tersebut untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Caranya membebaskannya dari pajak untuk batasan Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Walaupun diakuinya penetapan batas PTKP ini masih dianggap terlalu kecil.
"Nilai inflasi meningkat, sebenarnya Rp 4,5 juta batas PTKP itu jumlah kecil. Harusnya bisa lebih revolusioner, misalnya Rp 6 juta sebulan," tegas Sudhamek.
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, kenaikan gaji yang bebas pajak sangat bagus untuk mendongkrak daya beli masyarakat di situasi perlambatan ekonomi seperti sekarang ini, meskipun beban pengusaha tetap berat dengan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"PTKP dinaikkan bagus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, tapi dari sisi cost, kita bayar iuran jaminan (BPJS) lebih mahal karena plafon dua kali lipat dari PTKP. Gaji di atas Rp 4,725 juta per bulan, harus bayar‎, tapi terkompensasi kok," ujar Hariyadi.
Ia mengatakan, kenaikan PTKP tersebut akan menolong para karyawan atau buruh dengan penghasilan upah minimum. Namun Hariyadi berharap supaya buruh realistis dalam ‎meminta kenaikan upah minimum setiap tahun.
"Upah minimum setiap tahun selalu direvisi. Kalau minta yang realistis, karena perlu dipikirkan juga industri yang membayarnya. Agar tidak memberatkan perusahaan, supaya tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)," ucapnya. (Fik/Gdn)