Sukses

Pembangunan Smelter di RI Harus Tetap Jalan

Pemerintah perlu memudahkan perizinan dan memberikan insentif bagi kegiatan investasi di smelter.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta konsisten menjalankan aturan yang mewajibkan seluruh perusahaan tambang di Indonesia membangun pabrik pengolahan dan pemurnian/smelter.

Pemerintah perlu memudahkan perizinan dan memberikan insentif bagi kegiatan investasi di smelter agar sesuai dengan tenggat waktu pada 2017.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Fadel Muhammad mendesak hal tersebut kepada pemerintah dalam Rapat Koordinasi Perkembangan Pembangunan Fasilitas Smelter di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/4/2016).  

Rapat tersebut dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, serta Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis.

 

"Smelter tidak ada masalah, tapi pokoknya harus bikin di Indonesia. Kita bertahan saja (pada aturan) supaya dapat nilai tambahnya. Mereka mau tahan-tahan, kita tidak mau," tegas Fadel.

Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengaku, pemerintah sepakat konsisten membangun industri hilirisasi di bidang pertambangan, yakni smelter.

Dalam hal ini, ia mengakui, pemerintah belum akan merevisi Peraturan Menteri ESDM yang mengamanatkan pembangunan smelter paling lambat pada 2017.

Namun pihaknya sedang membahas revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"Kita hormati perusahaan yang sudah membangun smelter. Makanya pengurusan izin nanti satu pintu ke BKPM. Untuk Permen belum ada revisi pembahasan ke sana," jelas Sudirman.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan, saat ini terdapat dua Kementerian yang menerbitkan izin pembangunan smelter, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus diberikan Kementerian ESDM dan Izin Usaha Industri (IUI) oleh Kemenperin.

"Kita konsolidasikan, sehingga investor tidak bingung dan tidak pusing mau ke mana kalau investasi smelter. Jadi nanti cukup ke BKPM saja," ujar Saleh.

Keputusan lain dalam Rakor, memberikan insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday. Pemerintah memberikan fasilitas tax allowance bagi investor yang membangun smelter, namun jika proses pengolahan dan pemurnian dilakukan sampai pada produk turunannya, maka investor berhak memperoleh tax holiday.

"Kalau investasi mengolah nikel sampai ke produk stainless steel maka bisa dapat tax holiday. Kalau cuma smelter saja, tax allowance. Jadi tax holiday diberikan untuk industri yang memberi nilai tambah besar, bukan sekadar mengolah bijih besi, tapi pabrik besi, dan lainnya," tutur Saleh.

Dari catatannya, sudah ada lebih dari 20 smelter yang mengolah komoditas bauksit, mangan, nikel, dan lainnya.

Puluhan smelter tersebut sudah berproduksi, sebagai contoh perusahaan tambang MSI di Morowali yang akan mengarah pada pemrosesan stainless steel dari bahan baku nikel.

"Paling lambat bangun smelter tetap 2017. Lebih cepat lebih bagus. Karena biar pun harga komoditas tambang sedang turun, smelter tetap jalan. Karena mereka pasti sudah punya hitungan , tidak mungkin selamanya harga turun," tutur Saleh.

Hasil Rakor lainnya diakui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, soal royalti. Darmin menggarisbawahi soal pengenaan royalti terhadap pertambangan. "Royalti harus diambil di hulu, bukan pada industri pengolahannya," ujar Darmin. (Fik/Ahm)

Video Terkini