Sukses

Gaji Rp 4,5 Juta Bebas Pajak, Menkeu Cari Akal Tambal APBN

Kemenkeu memutar otak untuk menutup penurunan penerimaan pajak dalam APBN 2016 akibat kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutar otak untuk menutup penurunan penerimaan pajak dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2016 akibat kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 4,5 juta per bulan. Pemerintah sebelumnya memastikan penerimaan pajak yang hilang karena kebijakan ini sekitar Rp 18 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dapat mencari penerimaan pajak dari sumber lain, terutama menyisir Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang selama ini tidak melapor dan membayar kewajibannya dengan benar.

"Bisa kita tutup (penerimaan pajak). Kita akan cover di pemeriksaan WP Orang Pribadi, perusahaan asing yang tidak pernah bayar pajak 10 tahun, ekstensifikasi buat WP yang belum pernah terdaftar, dan lainnya," terang Bambang di Jakarta, Jumat (7/4/2016).

Bambang sebelumnya pernah menyatakan, pemerintah akan menaikkan batas PTKP dari semula Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta sebulan ke Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta sebulan.

Batas PTKP tersebut untuk pekerja lajang. Sedangkan untuk pekerja yang telah memiliki suami atau istri dan anak akan ada hitungan tersendiri. Untuk melaksanakan rencana tersebut pemerintah telah melapor ke DPR lantaran akan berimbas pada penerimaan pajak. 

"Loss penerimaan sekitar Rp 18 triliun," tegas Bambang.

Aturan penyesuaian PTKP ini, diakui Bambang akan terbit pada Juni 2016. Sementara pemberlakuannya berlaku surut dihitung pada Januari tahun ini.

Dalam hitungan pemerintah, dengan kenaikan PTKP tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,16 persen. Pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

"Efeknya yang penting bisa menambah pertumbuhan ekonomi 0,16 persen, termasuk dari sumber konsumsi rumah tangga dan investasinya," ujar Bambang. (Fik/Gdn)