Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menampik tenaga kerja asing, terutama negara-negara ASEAN telah menyerbu masuk ke Indonesia setelah pemberlakuan era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015. Indonesia dengan basis penduduk besar justru ditakuti negara di kawasan Asia Tenggara.
Anggota KEIN, Hariyadi Sukamdani membantah Indonesia sudah dibanjiri pembantu rumah tangga (PRT) asal Filipina. Alasannya, pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk membendung serbuan tenaga kerja asing. Salah satunya adalah sertifikasi, yaitu dengan menetapkan standar dan kompetensi yang diperlukan di kancah ASEAN.
Baca Juga
"Tidak benar itu, PRT unskill, sedangkan yang boleh beredar hanya skill labour, seperti perawat, arsitek, dan lainnya. Unskill labour tidak bisa," kata Hariyadi saat berbincang dengan beberapa wartawan di acara diskusi KEIN, Jakarta, seperti ditulis Minggu (10/4/2016).
Advertisement
Baca Juga
Seperti diketahui, ada delapan profesi yang dibuka dan bersaing dalam MEA seperti tertuang dalam ASEAN Mutural Recognition Arrangement (MRA). Meliputi, Insinyur atau Sarjana Teknik, Arsitek, Tenaga Pariwisata, Akuntan, Dokter Gigi, Tenaga Survei, Praktisi Medis, dan Perawat.
Hariyadi menambahkan, tenaga kerja asing yang masuk, terutama dari negara ASEAN ke Indonesia tidak terlalu signifikan paska MEA mulai berlaku pada akhir tahun lalu.
"Kalaupun ada yang masuk itu yang pelaku bisnis. Sementara yang agak abu-abu, dia visa turis, tapi beli atau sewa tanah di Bali misalnya. Lalu dijadikan vila atau hotel. Tapi itu pun jumlahnya kecil bukan tenaga kerja," tutur dia.
Ia menegaskan, Indonesia tidak perlu khawatir atau takut dengan tenaga kerja asing. Karena selain pemerintah sudah mengeluarkan aturan, Negara ini berlimpah dengan sumber daya manusia (SDM).
Basis penduduk Indonesia saat ini mencapai 250 juta jiwa, dan Negara ini diberkahi bonus demografi dengan jumlah tenaga kerja usia produktif lebih banyak.
"Kita ini eksportir bukan importer tenaga kerja. Di era MEA, yang takut malah mereka (negara ASEAN), bukan kita. Orang atau penduduk kita kan banyak," ujar Hariyadi yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sesditjen Binapenta Naker Kementerian Tenaga Kerja Budi Hartawan menyebut, jumlah ekspatriat asing yang bekerja di Indonesia secara resmi pada periode 1 Januari-8 Maret 2016 sebanyak 5.807 orang.
Rinciannya, sepanjang Januari sebanyak 2.579 tenaga kerja asing. Naik menjadi 2.728 orang dan 500 orang di periode 1 Maret-8 Maret ini.
Sementara di tahun lalu, realisasi tenaga kerja asing mencapai 69.025 orang atau naik dari 68.762 orang di 2014.
Pada 2013, data Kemenaker menunjukkan tenaga kerja asing yang masuk ke Republik ini sebanyak 68.957 orang, lalu 72.427 orang di 2012 dan realisasinya di 2011 sebanyak 77.307 orang.
"Itu faktanya, jadi saya mau bilang apa. Ini tenaga kerja asing yang legal ya," kata Budi saat berbincang dengan Liputan6.com.
Budi mengaku, Kemenaker setiap harinya menemukan ratusan tenaga kerja ilegal tanpa Izin Mempergunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Pegawai pengawas, dipastikan akan langsung mendeportasi warga negara asing tersebut.
"Setiap hari ada saja ratusan tenaga kerja asing yang dideportasi. Karena kalau ada turis yang ternyata dia bekerja, kita langsung amankan untuk dipulangkan ke negaranya," ujar Budi.
Hal sama juga dilakukan pemerintah Indonesia apabila perusahaan atau investor asing melanggar aturan tata cara penggunaan tenaga kerja asing untuk posisi tertentu.
"Yang dibolehkan tentu sesuai dengan permintaan investor. Tapi tidak boleh pekerjaan yang sudah banyak ada di Indonesia, seperti buruh. Yang dibolehkan direksi, komisaris, teknisi dan supervisor tapi dengan bidang yang lebih tinggi. Kalau melanggar, kita deportasi," tutur Budi.
Budi mengatakan, tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia tidak dapat bebas masuk ke pasar kerja Negara ini. Mereka harus mengantongi izin dari pemerintah dan sponsorship perusahaan yang mempekerjakannya.
"Investor bawa uang, investasi di sini, masa tidak boleh masukkan tenaga kerja dari mereka. Walaupun begitu, kita seleksi tidak boleh sebanyak yang mereka mau. Kita kendalikan supaya tidak mengganggu pasar kerja nasional," kata Budi. (Fik/Ahm)