Liputan6.com, Jakarta - Nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis muncul dalan dokumen Panama Papers. Ia mempunyai perusahaan papan nama (paper company) Sheng Yue International Limited di Hong Kong. Perusahaan tersebut tak pernah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP).Â
Sebenarnya berapa aset, modal dan keuntungan dari perusahaan yang dimiliki oleh Harry Azhar tersebut?
"Tidak ada asetnya," tegas Harry saat ditemui di Konferensi Pers Panggilan Klarifikasi Pajak di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Ia menyebut, perusahaan yang dimilikinya tersebut merupakan perusahaan one dollar paper company. Pendirian paper company ini lazim di negara-negara suaka pajak, seperti Hong Kong, Caymand Island, British Virgin Island, Singapura, dan negara bebas pajak lainnya.
Berdiri sejak 2010, diakuiHarry,ShengYue mencatatkan transaksi bisnis nihil sampai dengan sekarang. Artinya tidak ada kegiatan bisnis yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan maupun pemilik.
Baca Juga
"Tidak ada transaksi sama sekali, tidak ada aset. Maksud saya bikin perusahaan itu saya, anak dan keluarga awalnya ingin berbisnis, tapi karena tidak memungkinkan jadi tidak ada kegiatan transaksi apapun," jelasnya.
Sampai akhirnya, lanjut Mantan Anggota DPR itu, mundur dari jabatan pemegang saham per 1 Desember 2015, begitu dirinya terpilih sebagai Ketua BPK. Kemudian, Harry memutuskan untuk menjual perusahaan cangkang tersebut. "Karena tidak ada transaksi, saya jual seharga 1 dolar Hong Kong sebab ini semacam terdaftar saja," ucap Harry.
Sejak berdirinya perusahaan tersebut sampai dengan saat ini, Harry tidak melaporkan paper company di dalam SPT PPh OP. "Baru tahun ini (SPT 2015) saya masukkan. Ada teknik pembetulan yang dibolehkan Undang-undang (UU)," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi mengatakan, tugas Ditjen Pajak adalah mengklarifikasi seluruh paper company milik orang Indonesia di negara surga bebas pajak, apakah sudah dilaporkan ke SPT dan memenuhi kewajiban pajaknya atau belum.
"Bikin SPV (Special Vechile Purpose) itu biasa dalam bisnis, BUMN kita saja banyak yang bikin SPV, tapi tidak ada masalah, tidak perlu digembar-gemborkan. Tapi tugas kami mengklarifikasi apakah sudah mauk SPT dan bayar pajak atau tidak. Jadi bukan masalah transaksi nol atau tidak," tegasnya.
Dirinya mengaku, Ditjen Pajak sedang memeriksa SPT Ketua BPK setelah mencantumkan perusahaan cangkangnya di laporan perbaikan SPT 2015. Proses klarifikasi ini memakan waktu.
"Hasil klarifikasinya apa dan berapa, ya nanti dulu. Kalau ada kekurangan bayar pajak, beliau (Harry) pasti akan membayarnya. Kalaupun ada lebih bayar, pasti saya kembalikan," kata Ken. (Fik/Gdn)