Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, investasi panas bumi (geothermal) di negara ini masih sangat menggiurkan. Ini kendati perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Chevron justru berencana menjual miliknya di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menduga langkah yang diambil terkait kondisi bisnis inti Chevron yakni minyak dan gas sedang tidak baik lantaran diguncang anjloknya harga komoditas dunia.
Melihat kondisi ini, langkah penjualan aset panas bumi dinilai sama sekali tak terkait dengan iklim investasi di Indonesia.
"Pada saat kondisi minyak seperti ini mereka harus merestrukturisasi perusahaannya. Artinya mungkin bisa jadi harus menutup utang, apapun. Maka anak perusahaan sesehat dan bagus apapun, tapi karena main bisnis terancam maka pola pikir melego melepas panas bumi sangat dimaklumi," jelas dia, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Advertisement
Baca Juga
Dengan kondisi harga minyak yang turun justru menjadi kesempatan investor untuk menanamkan modalnya di panas bumi. Apalagi biaya investasi untuk panas bumi yang murah.
Dia mencontohkan, untuk keperluan operasional seperti pengeboran bisa turun karena permintaan akan jasa bor tidak sebanyak ketika harga minyak sedang tinggi. "Saatnya sekarang ngebornya karena murah, nggak disewa minyak‎," ungkap dia.
Dia mengatakan, para investor juga tak perlu ragu terkait masalah pembiayaan. Saat ini, banyak lembaga pembiayaan yang menawarkan kepada industri yang ramah lingkungan.
"Untuk panas bumi kalaupun perusahaan nggak punya finansial banyak institusi finansial yang mengeluarkan dananya karena banyak green fund‎ di luar," tutup dia.(Pew/Nrm)