Sukses

Upah Dihitung per Jam, Buruh di Negara Maju Lebih Produktif

Menciptakan situasi pekerja yang kondusif menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan para pengusaha.

Liputan6.com, Jakarta - Isu buruh masih menjadi momok bagi sejumlah investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Menciptakan situasi pekerja yang kondusif menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan para pengusaha.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengungkapkan, untuk menciptakan situasi yang kondusif, Indonesia perlu mencontoh beberapa negara maju seperti Australia dan Amerika Serikat (AS).

Muliaman menjelaskan, di dua negara tersebut, sistem pengupahan didasarkan pada jam kerja masing-masing buruh. Semakin banyak buruh bekerja, makin banyak pula upah yang didapatkannya.

"Kalau sekarang kan di Indonesia masih menerapkan sistem Upah Minimum Regional (UMR), dan besarnya berbeda-beda di masing-masing wilayah. Ini sering dijadikan isu aksi demo. Ini yang dikhawatirkan investor," ujar Muliaman dalam acara diskusi Ketua OJK dengan Alumni Monash University di Gedung SCTV Tower, Jakarta, Sabtu (16/4/2016)‎.


Di negara-negara maju itu, mayoritas buruh maksimal memiliki jam kerja 42 jam dalam seminggu. Dengan jam kerja itu, para buruh sudah mendapatkan penghasilan yang lebih dari cukup.

Tidak hanya menciptakan situasi yang lebih kondusif, penerapan penggajian per jam ini juga bakal meningkatkan produktivitas buruh.

Berbeda dengan sistem UMR yang menerapkan ketetapan meski buruh rajin atau tidak, setiap bulan mereka sudah mendapatkan penghasilan.

"Itu otomatis akan menciptakan pekerja yang lebih efektif, lebih produktif, karena kebutuhan dia ya ditentukan dengan jam kerjanya," papar Muliaman.

‎Menurut dia, buruh di Indonesia sudah seperti angkatan bersenjata. Buruh sudah terorganisasi dan mampu memengaruhi kebijakan pemerintah. Ini dinilai positif karena ada beberapa program peningkatan produktivitas dengan adanya organisasi ini.

‎"Saya tidak ingin mengatakan semua ini keliru, tapi bagaimana me-manage ini semua, karena yang jelas keinginan kita itu membangun tenaga kerja yang produktif dan bisa lebih bagus," ujar Muliaman. (Yas/Nrm)