Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ada beberapa provinsi dengan tingkat ketimpangan pengeluaran antara orang kaya dan miskin atau gini ratio di Indonesia cukup tinggi. Bahkan, nilainya melampaui level gini ratio secara nasional sebesar 0,40 pada September 2015.Â
Kepala BPS Suryamin, mengungkapkan level ketimpangan kurang dari 0,30 termasuk rendah, level 0,30 - 0,50 masuk dalam kategori ketimpangan menengah, sementara lebih dari 0,50 disebut kategori ketimpangan tinggi.
"Menurunkan gini ratio bukanlah hal mudah, sehingga masih ada provinsi dengan catatan gini ratio tertinggi, yakni Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar) dan Papua Barat," ucapnya saat Konferensi Pers Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia di kantor BPS, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Advertisement
Baca Juga
Suryamin menyebut, tingkat kesenjangan orang kaya dan miskin di empat provinsi itu melampaui realisasi gini ratio nasional. Menurutnya, gini ratio di provinsi Yogyakarta mencapai 0,42; DKI Jakarta 0,42; sedangkan Jabar dan Papua Barat masing-masing mencapai 0,43.
Rmpat provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan paling rendah, di antaranya Bangka Belitung 0,27; Maluku 0,29; gini ratio Kalimantan Tengah 0,30; serta Kalimantan Utara dengan realisasi gini ratio 0,31.
Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Sosial BPS, MÂ Sairi Hasbullah menabahkan, salah satu pendorong penurunan gini ratio dari 0,41 menjadi 0,40 karena terjadi kenaikan upah buruh pertanian dan buruh bangunan.
"Tapi di DKI Jakarta tidak ada sektor pertanian, sehingga sangat dipahami jika ketimpangan pengeluaran antara orang kaya dan miskin di atas gini ratio secara nasional," tuturnya.
Gini ratio di Provinsi Yogyakarta tinggi, diakui Sairi, akibat konsumsi masyarakat lapisan bawah di daerah tersebut sangat rendah dibanding rata-rata konsumsi di provinsi lain.
"Pengeluaran orang kaya di Yogyakarta tidak setinggi DKI Jakarta, tapi konsumsi orang miskinnya sangat rendah, jadi ada gap yang lebar," katanya.
Sementara di wilayah Papua Barat, Sairi menjelaskan, tingkat ketimpangan pengeluaran antara orang kaya dan miskin sangat lebar karena masyarakat berpendapatan menengah atas semakin makmur karena bekerja di sektor pertambangan modern Freeport maupun sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Yang kalangan atas bekerja di Freeport atau pemerintahan. Tapi masyarakat yang masyarakat bawah bekerja secara tradisional, sehingga gap masih tinggi sekali," pungkas Sairi. (Fik/Zul)