Liputan6.com, Jakarta - Salah satu cara pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi adalah mendorong ekonomi yang berbasis teknologi atau sering disebut dengan ekonomi digital. Untuk mewujudkannya, perlu dibangun basis pendidikan yang kuat sehingga agar Sumber Daya Manusia (SDM) yang diciptakan mampu mendukung terwujudnya ekonomi digital.
Ketua Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPTIK) Dedi Yudiant menjelaskan, saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada Februari 2016 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat konsep ekonomi sebagai topik utama.
Menurut Jokowi, nilai potensi ekonomi digital Indonesia pada 2020 akan mencapai US$ 130 miliar atau kurang lebih mencapai Rp 169 triliun (estimasi kurs 13.000 per dolar AS). Untuk bisa mewujudkannya, menurut Dedi, pemerintah harus meningkatkan kesiapan SDM.
Baca Juga
"Butuh dukungan SDM yang kuat di segala bidang untuk membuat sebuah produk startup bisa menjadi viral macam Facebook, yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, dan bisa meraup pendapatan besar. Itu kan tidak bisa instan kita mencapainya,” ujar Dedi dalam keterangannya, Kamis (21/4/2016).
Dedi mengakui, visi ekonomi digital yang dipaparkan Presiden RI Joko Widodo sangat baik. Hanya saja, visi tersebut tidak akan sukses tanpa ada sinergi dengan visi lain Presiden terkait penyiapan tenaga terampil melalui jalur pendidikan vokasi.
Sebetulnya, sejak awal menjabat Presiden, Jokowi sudah mendorong pendidikan kejuruan untuk dikedepankan, termasuk menyatakan bakal lebih dibutuhkannya siswa lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ketimbang sekolah umum atau perguruan tinggi.
“Nah, dorongan itu sudah cocok. Banyak tenaga terampil di bidang ekonomi digital harus dipasok sebanyak-banyaknya. Cara paling cepat dan masif tentu lewat para siswa SMK ini,” ujar Dedi.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan RI, ada 4,4 juta siswa SMK yang bisa menjadi generasi siap pakai. Tenaga siswa lulusan SMK itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh Pemerintahan Jokowi dalam mewujudkan visi ekonomi digital itu secara cepat.
“Kenapa SMK, karena kita memang perlu tenaga siap pakai sebanyak mungkin. Kita butuh secara masif tenaga developer. Nah, yang bisa kerja cepat dengan biaya tidak mahal itu SMK,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Dedi, kurikulum SMK pun sudah banyak bersinergi ke sektor-sektor industri. Kerja Pemerintah berikutnya tinggal membentuk siswa SMK itu sebagai tenaga Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) siap pakai, yang dapat bersaing, bahkan mengungguli kemampuan dan keterampilan tenaga kerja bertitel sarjana.
Ada sekitar 1 juta siswa SMK yang lulus dari sekolahnya setiap tahun. Para siswa itu tak cuma ada di kota, tapi juga di desa-desa di seluruh Tanah Air. Para pelajar SMK itulah yang perlu dibidik menjadi operator digital ekonomi Indonesia. (Yas/Gdn)