Liputan6.com, Jakarta - Proyek pembuatan daratan baru dari dasar laut atau biasa disebut dengan reklamasi di Indonesia selalu mendapat perlawanan dari para pemerhati lingkungan. Pasalnya, proyek ini dinilai hanya akan mengganggu keberlangsungan ekosistem di lokasi reklamasi.
Ahli Tata Ruang Hendricus Andy Simarmata mengatakan, sebenarnya reklamasi bukan suatu hal yang dilarang. Bahkan telah ada ketentuan yang mengatur pelaksanaan proyek ini. Meski demikian, jika dalam implementasi di lapangan menyalahi aturan, maka proyek tersebut akan membawa dampak negatif.
"Tetapi kalau dalam praktiknya tidak sesuai prosedur maka bisa berakibat fatal," ujar dia dalam Diskusi dengan tema Menilik Reklamasi Sebagai Bagian dari Ketahanan Lingkungan Nasional, di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/5/2016).
Baca Juga
Untuk menghindari dampak negatifnya ke depan, lanjut Andy, ada tiga hal yang perlu di perhatikan. Pertama, terkait dengan keberlangsungan ekosistem laut di lokasi pengerjaan proyek.
"Ekosistem laut dan pesisir itu sangat kompleks dan rentan terhadap dampak dari luar. Apalagi ada pemanasan global, indikasinya terjadi coral bleaching (pemutihan koral)," kata dia.
Kedua, di wilayah laut DKI Jakarta memiliki banyak instalasi mulai dari kabel bawah laut, pipa gas dan lain-lain. Hal-hal seperti ini juga perlu diperhatikan dan dicari solusinya.
"Di bawah laut Jakarta ini banyak kabel, banyak pipa gas, banyak instalasi yang harus dicermati kalau misalnya itu harus ditutup dengan tanah," ungkap dia.
Hal ketiga yang perlu diperhatikan dalam reklamasi adalah Jakarta merupakan wilayah delta yang menjadi muara bagi 13 sungai. Jika selama ini sungai-sungai tersebut banyak membawa sampah ke wilayah pesisir Jakarta, maka dikhawatirkan pembangunan reklamasi ini hanya akan membawa masalah baru bagi ibukota.
"Karena Jakarta itu delta, di mana 13 muara sungai berkumpul. Maka harus dicermati apakah sungai ini membawa air atau sampah atau polutan dari berbagai industri di Jakarta, Bogor dan Depok," tandas dia. (Dny/Gdn)