Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mulai mengevaluasi posisi utang pemerintah pusat yang sudah menyentuh Rp 3.271,82 triliun per Maret 2016. Kekhawatiran mengacu pada kemampuan membayar utang karena dapat menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada Selasa (10/5/2016), pemerintah menggelar rapat terbatas (ratas) maraton di Istana Negara sejak siang sampai malam hari. Salah satu ratas menyangkut utang pemerintah pusat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku, terjadi kenaikan utang pemerintah pusat setiap tahunnya. Realisasi utang Rp 3.271,82 triliun pada Maret 2016 ini setara dengan 26 persen-27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Â
Â
Baca Juga
Untuk diketahui, total utang pemerintah pusat yang mencapai Rp 3.271,82 triliun itu, naik Rp 75,21 triliun dari posisi Februari Rp 3.196,61 triliun. Sementara posisi di akhir 2015 mencapai Rp 3.098,64 triliun.
"Memang pinjaman itu ada kenaikan dari tahun ke tahun. Tapi dari rasio terhadap PDB terbilang manageable karena masih sekitar 26 persen-27 persen," tegas Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, malam ini.
Menurutnya, utang terbanyak bukan dalam bentuk valuta asing (valas) melainkan denominasi rupiah. Hanya saja, sambung Darmin, kepemilikan asing di portofolio Surat Utang Negara (SUN) mata uang rupiah cukup banyak.
Walaupun tergolong aman, diakui Darmin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar memperhatikan betul tingkat kemampuan bayar utang Indonesia. Kehati-hatian ini dilakukan supaya ruang fiskal di APBN tidak semakin sempit hanya untuk membayar tingkat bunga dan cicilan utang.
"Jadi Presiden minta dihitung (utang). Yang paling penting bunga dan cicilannya, berapa besar. Ini yang harus diperharikan supaya tetap berada pada level aman karena dia (utang) makin lama bisa mengurangi ruang fiskal," Darmin menerangkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengungkapkan, total utang pemerintah pusat sampai dengan bulan ketiga ini setara dengan 26,7 persen-27 persen dari PDB. Realisasi PDB Indonesia sebesar Rp 12 ribu triliun.
"Kita masih sangat mampu membayar utang tersebut karena nilainya dalam kondisi aman. Kan batas aman utang 60 persen dari PDB. Pendapatan nasional atau PDB kita saja Rp 12 ribu triliun," katanya di kantor Kemenkeu, Jakarta.
Â
Robert menjelaskan, rata-rata jatuh tempo dari total utang pemerintah pusat sebesar 9,28 tahun. Jatuh tempo atau tenor utang bervariasi, ada yang 3 bulan, 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun sehingga dirata-ratakan 9,28 tahun.
Â
"Rata-rata jatuh tempo aman, masih lama, tidak ada risiko tiba-tiba bayar. Jadi tidak terlalu panik dan menimbulkan financial risk," papar dia.
Â
Utang, menurut dia, diperlukan untuk menambah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tahun ini ditargetkan sebesar 2,15 persen atau Rp 273,2 triliun dari PDB. Defisit anggaran tersebut, lebih berkualitas karena belanja negara yang besar digunakan untuk membangun infrastruktur.
Â
"Kita masih menjalankan APBN yang defisit, jadi masih butuh pembiayaan cukup besar. Tapi defisit sekarang lebih berkualitas karena spending-nya untuk membangun infrastruktur," ucap Robert. (Fik/Ndw)
Advertisement