Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Selasa (10/5) kemarin menggelar rapat dengan Kepolisian RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pertemuan tersebut dilakukan untuk mencari kesamaan langkah dalam replikasi berbagai inovasi pelayanan publik yang dinilai baik.
Asdep Perumusan Kebijakan Inovasi dan Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB, Muhammad Imanudin mengatakan, inovasi layanan publik tidak seluruhnya dapat direplikasikan oleh daerah lain, mengingat kondisi serta situasi yang berbeda ditiap daerahnya.
Baca Juga
“Kita akan lihat, inovasi mana yang bisa direplikasikan dan mana yang tidak bisa, karena memang tidak semua cocok untuk direplikasikan,” ujar Imanudin seperti dikutip dari lama Kementerian PANRB.
Advertisement
Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Karo RBP Srena Polri, Brigjen Pol. Naufal Yahya, PLT Karo Organisasi dan Kepegawaian Kementerian ATR/BPN Gunawan Muhammad, Koordinator Tim Evaluasi Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik Komarudin, Anggota Tim Evaluasi Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Oskar Vitriano, Perwakilan Ombudsman RI Dadan, Journalist Nurjaman Mochtar dan sejumlah pejabat lainnya.
Koordinator Tim Evaluasi Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik Komarudin, mengatakan, perlu adanya penyamaan persepsi terkait replikasi. Selain itu aturan yang membawahi replikasi layanan publik seharusnya dibuat terlebih dahulu, dengan demikian masalah layanan publik dapat diatur secara jelas.
Ditambahkan Komarudin, replikasi terkait Inovasi layanan publik harusnya dapat mengatur cara bagaimana merealisasikan dan juga memperluas ke seluruh Indonesia.
“Kita bikin segera peraturan yang membawahi Inovasi pelayanan publik, dan tetapkan menjadi dasar untuk tiap instansi,” ucapnya.
Replikasi Tidak Bisa Disamaratakan
Replikasi Tidak Bisa Disamaratakan
Sementara itu, anggota Tim Evaluasi Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Oskar Vitriano mengatakan perlunya pemberian penghargaan bagi pembuat inovasi, terutama bagi yang dapat direplikasi. Menurutnya, dalam kompetisi inovasi pelayanan publik, bukan sekedar mencari yang terbaik, tetapi inovasi yang dapat direplikasi di daerah lain.
Oskar mencontohkan, suatu inovasi bisa direplikasi di sebuah kota, tetapi apakah hal yang sama perlu dilakukan di suatu kabupaten yang jumlah penduduknya sedikit. “Jadi tidak bisa disamaratakan,” ujarnya.
Journalist, Nurjaman Mochtar berpendapat bahwa inovasi harus didefinisikan dalam dua hal yaitu vertikal dan horizontal. Dikatakannya inovasi vertikal belum tentu dapat diaplikasikan pada tempat lain. Sedangkan inovasi yang bersifat horizontal contohnya seperti inovasi Panic Button dapat dikawinkan dengan ivovasi dari daerah lain agar dapat menghasilkan inovasi yang sempurna.
Sebagai contoh, inovasi Panic Button dapat dikawinkan dengan Inovasi dari instansi lain di Tulungagung, dengan menyambungkan telpon dari masyarakat ke berbagai instansi setempat, seperti Polres, Rumah Sakit, BPBD, dan Pemadam Kebakaran, katanya.
Hal senada disampaikan Gunawan Muhammad, bahwa tidak seluruh daerah bisa menerapkan inovasi yang sama. Misalnya, inovasi pelayanan malam hari yang dilakukan di Kantor Pertanahan Jakarta, tidak perlu diterapkan di daerah yang pelayanannya bisa dilakukan di siang hari.
Selain itu, pelayanan tujuh menit (Lantum) yang diterapkan di Surabaya, akan sulit diterapkan di wilayah Papua atau daerah lain yang jaringan internetnya kurang bagus.
“Jadi replikasi ini tidak bisa disamaratakan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi daerah masing-masing,” ujarnya.
Lebih lanjut Imanuddin menjelaskan bahwa rapat serupa juga akan dilakukan dengan instansi lain, khususnya yang inovasinya masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2016.
(*)
Advertisement