Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli ingin gas yang dihasilkan dari Blok Masela, Maluku diolah menjadi petrokimia. Hal tersebut seperti yang dilakukan Taiwan.
Rizal mengatakan, jika gas tersebut hanya diekspor menghasilkan US$ 2,5 miliar, sedangkan jika dibangun industri turunan seperti pabrik pupuk dan petrokimia ‎menghasilkan US$ 6,5 miliar. Kemudian jika terdapat industri turunan berikutnya akan menghasilkan US$ 8 miliar.
Baca Juga
"Yang indirect, rakyat buka hotel, jadi supir taksi, jadi kota sejenis Balikpapan baru itu bisa dapat US$8 miliar. Jalan agak ribet sedikit, kita bangun integrated industry, kita kembangkan nilainya itu hampir US$ 8 miliar," kata Rizal saat konfrensi pers soal rapat koordinasi tentang migas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Advertisement
Rizal pun ingin pengembangan lapangan ‎gas abadi tersebut diikuti dengan pembangunan industri turunan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah, dengan membangun industri petrokimia.
Baca Juga
Rizal menuturkan, industri petrokimia memiliki potensi. Lantaran Indonesia mengimpor ‎produk yang dihasilkan dari petrokimia senilai US$ 12-US$ 14 miliar‎ per tahun. Dengan begitu pembangunan pabrik petrokimia di Blok Masela dapat mengurangi ketergantungan impor.
"Kita impor produk petrokimia sampai sekitar US$ 12 miliar-US$14 miliar. jadi kalau kita jual gas sebetulnya kita rugi kalau hanya sekadar jual gas," ujar Rizal.
Rizal Ramli mengatakan, Indonesia memiliki potensi seperti Taiwan yang maju atas pengembangan industri petrokimia. Bahkan, sepertiga pendapatan Taiwan disumbang dari industri petrokimia. Padahal, tidak memiliki sumber gas.
"Sama dengan Taiwan, dia itu industri pemain petrokimia ketiga di dunia. Tidak ada gasnya, Gas dari kita. Dia ubah jadi bahan plastik, macam-macam, jumlah tenaga kerjanya juga besar," tutur Rizal. (Pew/Ahm)