Sukses

Menkeu: Tambal Defisit, RI Butuh Banyak Dana Segar

Bank Indonesia melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 287 juta pada kuartal I 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia saat ini sangat membutuhkan investasi atau aliran modal dari investor dalam maupun luar negeri. Aliran investasi tersebut dapat digunakan untuk menutup defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) senilai US$ 287 juta di kuartal I 2016.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, defisit NPI dapat ditambal dengan dana-dana segar yang mengalir dari kegiatan investasi. Untuk itu, pemerintah sangat mengandalkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang akan mendorong masuknya uang ke Indonesia.

"Ya defisit, makanya kita butuh inflow (dana masuk). Kita perlu tax amnesty," jelas Bambang saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (13/5/2016).

Selain pengampunan pajak, investasi di sektor riil maupun portofolio surat utang, saham, dan lainnya bakal diminati para penanam modal apabila Indonesia dapat meraih kenaikan rating layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional, Standard and Poor's (S&P). Saat ini, Indonesia masih diganjar peringkat BB+ dengan outlook stabil.


Sementara dua lembaga pemeringkat lainnya, Moody's menyematkan Indonesia dengan peringkat Baa3 atau investment grade pada Januari 2016. Serta Fitch Ratings mengganjar Indonesia dengan investment grade peringkat BBB- pada Januari 2012.

"Kita berupaya, tapi kan mereka (S&P) yang memutuskan. Kalau dari Kemenkeu, fokus pada kesinambungan fiskal dan menjaga fiskal dari segala risiko. Tidak ada yang spesifik," tegas Bambang.

Menurut dia, apabila dapat menambah peringkat investment grade dari S&P, maka akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. Investasi diprediksi akan meningkat.

"Dampaknya signifikan karena masih banyak investor besar di dunia, yakni negara maupun institusi yang baru mau investasi kalau surat utang atau instrumen sudah dinyatakan investment grade dari 3 lembaga. Dengan begitu, kita bisa punya potensi investor lebih banyak, demand tinggi, sehingga harga (surat utang) lebih baik," kata Bambang.  

Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 287 juta pada kuartal I 2016. Angka ini menurun drastis jika dibandingkan dengan kuartal IV 2015 yaitu surplus US$ 5,1 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengungkapkan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka ini juga menurun. Kuartal I 2015, neraca pembayaran Indonesia (NPI) mencapai surplus US$ 1,3 miliar.

"Ini lebih dikarenakan banyak perusahaan di Indonesia lebih memilih bayar utang di awal tahun ini dibandingkan menarik utang," kata Hendy.(Fik/Nrm)