Liputan6.com, New York - Harga minyak reli lebih dari tiga persen pada awal pekan ini setelah Goldman Sachs menyatakan pasokan minyak turun. Hal itu mendorong kenaikan harga komoditas setelah alami tekanan hampir dua tahun ini.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni naik US$ 1,51 atau 3,3 persen ke level US$ 47,22 per barel di New York Mercantile Exchange, dan mencatatkan penguatan tertinggi sejak awal November 2015. Sementara itu, harga minyak Brent naik 2,4 persen atau US$ 1,14 ke level US$ 48,97 per barel.
Goldman Sachs menyatakan kalau hasil produksi minyak baru-baru ini dari Kanada dan Nigeria menunjukkan ada potensi pasokan defisit.
"Semua tiba-tiba hadapi ini saat Goldman Sachs menyatakan kalau pasokan minyak global kembali defisit untuk pertama kalu dalam dua tahun ini. Goldman Sachs termasuk salah satu pihak yang pesimistis terhadap harga minyak," ujar Analis Senior Price Future Group Phil Flynn seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa (17/5/2016).
Baca Juga
Goldman Sachs memprediksi kalau biaya rendah bagi produsen minyak mendorong surplus pada awal 2017. Goldman Sachs juga memangkas harga minyak menjadi US$ 45 per barel pada kuartal I 2017, dan US$ 60 per barel pada akhir tahun depan.
Namun, produksi minyak baru di Nigeria yang tak sesuai harapan karena serangan terhadap infrastruktur akan mendukung pergerakan harga minyak dalam jangka pendek. Demikian juga dengan produksi minyak di Kanada yang terganggu karena kebakaran hutan.
Selain itu, analis mengatakan, pendorong utama kenaikan harga minyak juga dari permintaan global meningkat. Penguatan permintaan dari China dan India membantu harga minyak.
"Penguatan utama harga minyak adanya permintaan dari China. Ini menunjukkan kalau paket stimulus pemerintah meningkat," tulis analis Barclays.
S&P Global Platts melaporkan kalau perusahaan minyak Arab Saudi yaitu Saudi Aramco telah mengirimkan minyak untuk perusahaan independen China Shandong Chamroad Petrochemicals Co. Ini pengiriman pertama ke pasar dari produsen minyak utama.
"Peningkatan permintaan disebabkan harga minyak rendah dan produksi minyak non APEC yang jatuh sehingga mendorong kenaikan harga minyak," kata Flynn. (Ahm/Ndw)