Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana untuk menurunkan harga daging sapi menjadi Rp 80 ribu per kilogram (kg). Langkah dari pemerintah tersebut diperkirakan justru akan mematikan peternak lokal.
Ketua Paguyuban Pedagang Daging Sapi (PPDS) Segoroyoso, Bantul, Yogyakarta, Ilham Jayadi menjelaskan, kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi menjadi Rp 80 ribu per kg bisa membuat petani lokal kehilangan penghidupannya. Saat ini, terdapat 5,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dengan beternak sapi.
"Instruksi yang keluar itu itu hanya emosional pemerintah dan jelas sangat melukai peternak lokal," ujar Ilham kepada Liputan6.com, Jumat (27/5/2016). Ilham bercerita, biaya membesarkan sapi lokal selama ini cukup besar sehingga dengan penurunan harga tersebut membuat peternak lokal tak untung.
Langkah pemerintah menekan harga daging sapi tersebut hanya berpihak kepada importir saja. Salah satu importir yang diuntungkan adalah mereka yang memasukkan daging kerbau dari India. Importir ini sudah berjalan sekitar 3 bulan lamanya.
Ilham melanjutkan, pedagang daging sapi belum ada yang menurunkan harga jelang puasa ini, yakni tetap di kisaran Rp 110 ribu per kg. Meskipun demikian, ada kemungkinan harga naik jelang Lebaran. "Tapi itu wajar, orang memanfaatkan momentum apalagi permintaan daging sapi pasti naik, setelah Lebaran juga harga kembali normal,"tuturnya.
Baca Juga
Persoalan mendasar yang dialami oleh para peternak sapi lokal adalah minimnya populasi sapi lokal. Kebutuhan daging sapi di Yogyakarta mencapai 70 ekor sapi per hari atau berkisar 2.000 ekor setiap bulan. “Kalau untuk membuat populasi berkelanjutan, berarti butuh 2.000 ekor sapi baru setiap bulan, apakah itu mungkin dengan kondisi sekarang,” kata Ilham.
Kekurangan populasi sapi di DIY disebabkan sapi lokal tidak bisa beranak setiap tahun karena malnutrisi. Jika dirunut penyebabnya, minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) peternak dan hanya mengandalkan cara beternak nenek moyang. Ia menilai program pemerintah untuk memajukan peternak tidak berhasil karena belum ada bukti nyata sampai saat ini.
Jumlah populasi sapi yang dirilis pemerintah saat ini dianggap Ilham tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Setidaknya populasi sapi di DIY ada 350.000 ekor, akan tetapi tidak demikian kenyataannya. “Itu data tahun berapa, karena di Bantul juga dibilang ada 52.000 ekor sapi, padahal 25.000 ekor saja tidak sampai,” ujarnya.
Sebelumnya pada 24 Mei 2016, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan menggelontorkan daging sapi sebanyak 800 ton jelang puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Langkah tersebut dilakukan perusahaan untuk menekan harga daging sehingga bisa berada di kisaran Rp 80 ribu per kilogram (kg).
Direktur Pengadaan Bulog Wahyu mengatakan, saat ini Bulog memiliki stok daging sapi mencapai 800 ton. Daging tersebut berasal dari dalam negeri, tetapi bahan baku sapi impor.
Stok tersebut akan segera dilempar ke pasar dalam waktu dekat ini. Langkah tersebut dilakukan oleh Bulog untuk menjaga harga daging menjelang puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Bulog berharap dengan aksi tersebut harga daging sapi di pasar tak melambung atau bahkan mengalami penurunan menjadi Rp 80 ribu per kg. Sejak tahun lalu, harga daging sapi terus tinggi dan selalu berada di atas Rp 100 ribu per kg.
Langkah tersebut sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perum Bulog akan melakukan berbagai cara untuk menjaga harga daging sapi berada di bawah Rp 100 ribu per kg. "Sumber bisa dari impor, itu untuk menjaga target harga di Rp 80 ribu per kg," ujar Wahyu. (Switzy Sabandar)