Sukses

Harga Bahan Pangan Tinggi, Jangan Langsung Impor

Pengawasan yang maksimal bisa menjadi salah satu cara untuk mengendalikan harga bahan pangan.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menegaskan impor bukan jalan terbaik untuk mengatasi lonjakan harga bahan pangan yang tinggi. Sebab, kenaikan harga salah satunya dipicu karena adanya permainan kartel dari segelintir perusahaan besar yang menguasai pasar.

Anggota KEIN,Benny Pasaribu mengungkapkan, biang kerok dari tingginya harga bahan pangan menjelang puasa dan Lebaran bukan karena kekurangan stok. Namun ada faktor lain yang mengerek harga bahan pangan, yakni kartel dan keterbatasan infrastruktur sehingga mengakibatkan tersendatnya distribusi bahan pangan ke pasar.

"Orang mengira kalau harga tinggi, jawabannya adalah impor. Hati-hati, harga tinggi bukan karena stok kurang, tapi permainan kartel dan infrastruktur yang rusak dan jauh sehingga harga tinggi," ujar Benny di kantor Wantimpres, Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Dia menegaskan, impor bahan pangan tidak menjamin stabilitas harga terwujud. Pasalnya, sambung Benny, pemerintahan sebelumnya jor-joran mengimpor bahan pangan dari negara lain. Tapi harga tidak beranjak turun.

"Kalau langsung impor, petani hancur. Selama ini, era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 10 tahun, impor pangan melonjak semua. Tapi harga daging di atas Rp 100 ribu per Kg, banyak importir harga malah naik," terangnya.

Benny berharap, pemerintah intervensi dengan menunjuk satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Perum Bulog, bekerjasama dengan koperasi dalam rangka stabilisasi harga bahan pangan. Lewat satu pintu, lanjutnya, fokus pengawasan lebih maksimal tanpa perlu mengandalkan impor.

"Jadi diamati dulu kenapa harga pangan tinggi, diintervensi, maka harga bisa turun tanpa impor. Lebih baik tunjuk satu BUMN, misalnya Bulog dan kerjasama dengan koperasi untuk distribusi pangan ke konsumen. Karena semakin banyak importir, makin banyak korupsinya," saran Benny.

Video Terkini