Liputan6.com, Jakarta Rencana Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub yang akan mengenakan denda Rp 500.000 pada pemudik yang terlalu lama istirahat di rest area tol, dinilai rencana yang tidak masuk akal. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai ini sebuah pungutan liar (pungli) karena dasar hukumnya tidak jelas.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatkaan, rencana ini kontra produktif terhadap sisi safety dan anjuran bahwa jika lelah, maka pengendara harus beristirahat.
"Atau anjuran yang lain "Nyopir jangan ngantuk. Ngantuk jangan nyopir". Salah satu tempat istirahat yang paling memenuhi standar ya rest area di jalan tol," ujar Tulus dalam keterangannya, Minggu (29/5/2016).
Advertisement
Baca Juga
YLKI sebagai lembaga konsumen menolak rencana tersebut dan memberikan usulan yang dinilai akan lebih efektif dan efisien dalam mengatasi kemacetan di arus mudik khususnya di jalan tol.Â
Yang pertama Tulus mengatakan, pihak terkait harus memberlakukan sistem buka tutup di rest area tertentu yang memicu kemacetan. Kemudian dia juga mengusulkan jika kemacetan sudah melebih batas rasional, maka kendaraan perlu dilimpahkan ke jalan non tol, sementara jalan tol ditutup sementara.
Atau, lanjutnya, jalan tol digratiskan sehingga tidak ada transaksi di loket pembayaran, sampai kemacetan di jalan tol terurai kembali.
"Sumber kemacetan karena lamanya transaksi di loket pembayaran jalan tol yang masih manual. Seharusnya transaksi sudah wajib menggunakan e-toll atau bahkan menggunakan sistem OBU (On Board Unit)," tuturnya.
Selain itu, menurutnya perlu ditambah kapasitas transportasi umum seperti kereta api dan atau bus umum. Diharapkan dengan itu pemudik tidak menggunakan kendaraan pribadi, dan berpindah ke angkutan umum.
"Para pimpinan daerah, seharusnya memperbaiki angkutan umum di daerahnya. Karena alasan pemudik menggunakan kendaraan pribadi, karena di daerah akses angkutan umumnya tidak memadai," tutupnya.