Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia terus memantau lonjakan harga bahan pokok di bulan puasa.
Bahlil mengatakan, pihaknya meminta anggotanya meningkatkan kapasitas produksi dan memangkas rantai pasok barang, utamanya bahan pokok.
"Kita sudah minta anggota kita untuk meningkatkan produksi dan pangkas rantai pasok yang panjang," ujar Bahlil di Jayapura, Papua seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (8/6/2016).
Dia mengatakan, anggotanya sejatinya sudah menaikkan kapasitas produksi menjelang bulan puasa. Hanya saja, permintaan saat bulan puasa juga naik tajam. Dampaknya, antara pasokan dan permintaan tidak singkron. "Terciptalah harga semacam sekarang," ujar Bahlil.
Dari pantauan Hipmi, kenaikan harga bahan pokok sudah mencapai 20 persen. Itu pun kenaikan ini setelah pengusaha menaikkan kapasitas produksinya."Kalau tidak dinaikkan bisa lebih parah naiknya," ujar Bahlil.
Baca Juga
Sebab itu, jurus kedua, Bahlil meminta anggotanya agar memangkas rantai pasok bahan pokok. "Kita minta anggota pangkas rantai pasok (supply chain) yang panjang. Marginnya diserahkan ke konsumen dalam bentuk pengereman kenaikkan harga," ujar Bahlil.
Meski demikian, Ia mengakui, tidak mudah melakukan pemangkasan rantai pasok bahan pokok ini. Lantaran jalur distribusi barang di Tanah Air sangat jauh dan panjang. Jadi peran dari banyak distributor dan agen-agen ini sangat strategis. "Salah-salah pangkas malah barangnya tidak sampai ke pedagang. Kita juga hati-hati," ujar dia.
Sebab itu, Hipmi meminta bantuan pemerintah dengan menaikkan impor."Kapasitas produksi kita yang existing bisa juga sudah mencapai puncaknya. Mau digenjot lagi tidak bisa. Jalan keluar ya impor. Ini wilayah kewenangannya pemerintah pusat," ujar Bahlil. Â
Sebagaimana diketahui, sejumlah komoditas pangan utama mengalami kenaikan harga sangat signifikan. Misalnya daging sapi, bawang merah dan gula pasir serta beras. Saat ini pemerintah sudah menerbitkan izin impor atas kebutuhan bahan pokok tersebut.
Namun, impor yang diserahkan ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah tersebut belum tiba di Tanah Air. (Ndw/Ahm)